Suatu
hal yang luar biasa saat sebuah teknologi lama mengungguli hal baru,
dari suatu ilmu pengetahuan dasar yang berada di atmosfir 25 tahun yang
lalu untuk memprediksi masa depan yaitu saat ini menyebabkan sebuah
pakta perjanjian akan pengelolaan planet yang lebih hemat, salah satu
perjanjian paling sukses yang pernah disepakati di planet bumi ini.
Kembali pada tahun 1983, ketika Dr Joe Farman, seorang ahli geofisika
asal Inggris saat menjalankan beberapa stasiun penelitian di Antartika,
Melakukan sebuah rutinitas pengukuran ipada mesin berusia 25-tahun yang
terbalut selimut untuk menunjukkan bahwa ozon hanya tinggal
setengahnya, tinggi di stratosfer 15 sampai 50 kilometer di atas bumi,
tampaknya telah lenyap.
Luar biasa, rasanya ketika satelit NASA juga sibuk mengitari dunia,
mengambil data ozon sebanyak 140.000 per hari dan pelaporannya tidak
mengindikasikan hal ini. Alat kuno itu akhirnya kacau, tetapi Farman
menggantinya dengan yang baru pada tahun 1984. Tetapi data menunjukkan
kurang lebih sama.
Ia kemudian dengan berani menerbitkan temuannya itu, meskipun salah
satu pihak menyatakan sebagai “tidak mungkin”. NASA terprovokasi untuk
meninjau kembali catatan mereka untuk menemukan bahwa satelit yang
mengudara memang membuat pengukuran serupa, tetapi bahwa software yang
diabaikan secara otomatis tidak bisa diandalkan sebelum mereka mampu
dilihat.
Penemuan “lubang ozon” menyebabkan alarm untuk seluruh dunia, karena
lapisan stratosfir tipis tersebar dari gas biru-biruan untuk melindungi
kehidupan di daratan dari sinar ultraviolet matahari yang mematikan.
Selama lebih dari satu dekade, beberapa ilmuwan khawatir bahwa CFC, yang
digunakan dalam sebagian besar produk busa pada kaleng aerosol akan
mengikis itu dan, tampaknya baru cukup yakin, setelah pengamatan
menunjukkan bahwa hal itulah yang harus disalahkan.
sumber: telegraph
Tidak ada komentar:
Posting Komentar