Sebuah tim internasional berjumlah 21 penulis dari 17 institusi dari 7
negara baru saja mempublikasikan sebuah penelitian dalam jurnal Natural Climate Change
yang menunjukkan bahwa tutupan salju dan es di lintang utara telah
hilang beberapa tahun belakangan, penyebab pengurangan suhu dan vegetasi
musiman di area ini. Dalam arti kata lain, suhu dan vegetasi di lintang
utara semakin menyerupai beberapa derajat lintang jauh ke selatan
baru-baru ini 30 tahun yang lalu.
Penelitian yang disponsori NASA ini, berdasarkan dasar di lapangan
terbaru dan data setelit terbaru, memeriksa secara seksama hubungan
antara perubahan temperatur dan produktivitas vegetasi di lintang utara.
Pada penguatan efek rumah kaca, Prof. Ranga Myneni dari Departmen Bumi dan Lingkungan, Boston University
dan pimpinan tim mengatakan “Sebuah efek rumah kaca dimuali dari
peningkatan konsentrasi gas yang menjebak panas di atmosfir-seperti
embun air, karbon dioksida dan metan- penyebab permukaan bumi dan udara
sekitarnya menjadi hangat. Penghangatan ini mengurangi luasan dari es
kutun dan tutupan salju di atas massa daratan yang luas yang
mengelilingi laut Artik (Kutub Utara), sehingga meningkatkan jumlah
energi matahari yang diserap oleh permukaan yang tidak lagi memantulkan
energi. Rangkaian dalam gerak siklus penguatan positif antara
penghangatan dan hilangnya laut es dan tutupan salju, sehingga penguatan
basis efek rumah kaca. ”
“Penguatan penghangatan dalam area sirkumpolar secara garis besar
berada di atas batas Kanada-Amerika serikat mengurangi suhu musiman dari
waktu ke waktu dikarenakan musim yang jauh lebih dingin menghangat
lebih cepat daripada musim panas,” jelas Liang Xu, mahasiswa doktoral Boston University dan wakil pimpinan penelitian.
“Sebagai hasil dari peningkatkan pemanasan selama musim cair
daratan yang panjang, jumlah total panas tersedia bagi tanaman untuk
tumbuh di lintang uatar bertambang. Hal ini terbentuk selama 30 tahun
terakhir di mana lahan-lahan yang besar secara cepat menumbuhkan
vegetasi, total lebih dari sepertiga dari lansekap di bagian Utara-
lebih dari 9 juta km persegi, yang mana secara kasarnyasetara dengan
luas Amerika Serikat - menyerupai vegetasi yang terjadi lebih jauh ke
selatan.” kata Dr. Compton Tucker, Ilmuwan Senior NASA Goddard Space Flight Center, Greenbelt, Maryland Amerika Serikat.
Para peneliti mengukur perubahan musiman menggunakan lintang sebagai
ukuran. Awalnya mereka menentukan referensi profil lintang untuk
kuantitas yang diobservasi dan kemudian perubahan yang dikuantifikasi
dari waku ke waktu yang dianggap sebagai pergeseran sepanjang
profil-profil ini.
“Tanaman di Kutub Utara pada referensi awal tahun 1980an setara
dengan dataran di utara 64 derajat Utara. Saat ini, hanya 30 tahun
kemudian, setara dengan dataran di atas 57 derajat utara-sebuah
pengurangan vegetasi musiman sekitar tujuh derajat lintang selatan, ”
ungkap peneliti rekanan Prof. Terry Chapin, Professor Emeritus, University of Alaska,
Fairbanks. “Dari analisis ini telah ditemukan pengurangan pada pola
suhu dan vegetasi musiman sekitar lintang 4 hingga 7 derajat selama 30
tahun terakhir,” jelas penulis rekanan Eugenie Euskirchen, Professor
penelitian, University of Alaska, Fairbanks.
“Pengurangan vegetasi musiman, menghasilkan peningkatan hijuan di
Kutub Utara, terlihat di atas dataran sebagai wujud penambangan semak
yang tinggi dan pepohonan di beberapa lokasi di sekitar Kutub Utara, ”
kata peneliti rekanan Terry Callaghan, Professor, Royal Swedish Academy of Sciences dan University of Sheffield,
Inggris. Dia mencatat bahwa penghijauan di daerah yang berdekatan
Boreal jauh lebih mencolok di Amerika Utara daripada di Eurasia.
Temuan kunci dari penelitian ini adalah tingkat percepatan
penghijauan di Kutub Utara dan tingkat melambat di wilayah boreal,
meskipun tingkat hampir konstan berkurangnya temperatur musiman di
wilayah ini selama 30 tahun terakhir, meskipun pada tingkat yang hampir
konstan berkurangnya temperatur musiman di wilayah ini selama 30 tahun
terakhir. “Hal ini mungkin menandakan pemisahan antara hangatnya musim
tumbuh dan produktivitas vegetasi di beberapa bagian di Utara karena
percabangan penguatan efek rumah kaca-termasuk pencairan permafrost,
seringnya kebakaran hutan, wabah hama dan kekeringan musim kemarau-yang
juga muncul,” kata penulis rekanan yang lain Hans Tømmervik, Senior
Researcher, Norwegian Institute for Nature Research, Tromsø, Norwegia.
Berdasarkan para peneliti, masa depan kelihatannya akan banyak
menemui permasalahan: berdasarkan analisis dari 17 model simulasi iklim
yang paling baru dan mutakhir, menyusutnya suhu musiman pada
daerah-daerah ini dapat mencapai 20 derajat dalam hal lintang dan pada
akhir abad ini berdasarkan referensi periode 1951-1980. Penurunan suhu
yang diproyeksikan oleh model-model ini pada dekade 2001-2010 sebetulnya
kurang dari penurunan yang sudah diobservasi. “Karena kita tidak
mengetahui konsentrasi atmosfir yang sebenarnya dari berbagai agen yang
dapat mendorong perubahan dalam iklim, proyeksi-proyeksi jangka panjang
harus dinterpretasikan secara hati-hati,” ungkap rekanan peneliti Bruce
Anderson, Profesor Bumi dan Lingkungan di Boston University.
“Perubahan-perubahan ini akan berpengaruh pada penduduk lokal melalui
perubahan dalam penyediaan sismtim pelayanan ekosistim seperti kayu dan
makanan tradisional,” kata Profesor Bruce Forbes, University of Lapland,
Rovaniemi, Finlandia. Hal ini juga akan berdampak pada komunits global
melalui perubahan aturan layanan ekosistem yang terkait dengan gas rumah
kaca. “Tanah di dataran utara secara potensial dapat melepaskan gas
rumah kaca yang saat ini terkunci secara permanen dalam tanah yang beku.
pencairan dalam skala dalamd an besar dari tanah-tanah ini memiliku
potensi untuk memperkuat lebih jauh efek rumah kaca,” jelas penulis
rekanan Philippe Ciais, Direktur Laboratory of Climate and Environmental Science, Paris, Prancis.
“Cara hidup organisme di atas bumi juga erat kaitannya dengan
perubahan pola musim dalam hal suhu dan ketersediaan makanan, dan dari
semua makanan yang datang dari daratan berasal dari tanaman, ” kata Dr.
Scott Goetz, Deputi Direktur dan Peneliti Senior, Woods Hole Research Center,
Falmouth, USA. “Pikirkan mengenai migrasi burung menuju Kutub Utara
pada musim panas dan hibernasi (tidur panjang) para beruang di musim
dingin: perubahan yang signifikan pada suhu dan tanaman musiman akan
berdampak pada kehidupan, tidak hanya di wilayah Utara namun juga di
tempat lain yang belum kita ketahui.”
Sumber: sciencedaily.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar