Kamis, 21 Maret 2013

Penguatan Efek Gas Rumah Kaca di Kutub Utara


amplified landscape 1024x681 Penguatan Efek Gas Rumah Kaca di Kutub Utara
Sebuah tim internasional berjumlah 21 penulis dari 17 institusi dari 7 negara baru saja mempublikasikan sebuah penelitian dalam jurnal Natural Climate Change yang menunjukkan bahwa tutupan salju dan es di lintang utara telah hilang beberapa tahun belakangan, penyebab pengurangan suhu dan vegetasi musiman di area ini. Dalam arti kata lain, suhu dan vegetasi di lintang utara semakin menyerupai beberapa derajat lintang jauh ke selatan baru-baru ini 30 tahun yang lalu.
Penelitian yang disponsori NASA ini, berdasarkan dasar di lapangan terbaru dan data setelit terbaru, memeriksa secara seksama hubungan antara perubahan temperatur dan produktivitas vegetasi di lintang utara.
Pada penguatan efek rumah kaca,  Prof. Ranga Myneni dari Departmen Bumi dan Lingkungan, Boston University dan pimpinan tim mengatakan “Sebuah efek rumah kaca dimuali dari peningkatan konsentrasi gas yang menjebak panas di atmosfir-seperti embun air, karbon dioksida dan metan- penyebab permukaan bumi dan udara sekitarnya menjadi hangat. Penghangatan ini mengurangi luasan dari es kutun dan tutupan salju di atas massa daratan yang luas yang mengelilingi laut Artik (Kutub Utara), sehingga meningkatkan jumlah energi matahari yang diserap oleh permukaan yang tidak lagi memantulkan energi.  Rangkaian dalam gerak siklus penguatan positif antara penghangatan dan hilangnya laut es dan tutupan salju, sehingga penguatan basis efek rumah kaca. ”
“Penguatan penghangatan dalam area sirkumpolar secara garis besar berada di atas batas Kanada-Amerika serikat mengurangi suhu musiman dari waktu ke waktu dikarenakan musim yang jauh lebih dingin menghangat lebih cepat daripada musim panas,” jelas Liang Xu, mahasiswa doktoral Boston University dan wakil pimpinan penelitian.
“Sebagai hasil dari peningkatkan pemanasan selama musim cair daratan yang panjang, jumlah total panas tersedia bagi tanaman untuk tumbuh di lintang uatar bertambang. Hal ini terbentuk selama 30 tahun terakhir di mana lahan-lahan yang besar secara cepat menumbuhkan vegetasi, total lebih dari sepertiga dari lansekap di bagian Utara- lebih dari 9 juta km persegi, yang mana secara kasarnyasetara dengan luas Amerika Serikat - menyerupai vegetasi yang terjadi lebih jauh ke selatan.” kata Dr. Compton Tucker, Ilmuwan Senior NASA Goddard Space Flight Center, Greenbelt, Maryland Amerika Serikat.
Para peneliti mengukur perubahan musiman menggunakan lintang sebagai ukuran. Awalnya mereka menentukan referensi profil lintang untuk kuantitas yang diobservasi dan kemudian perubahan yang dikuantifikasi dari waku ke waktu yang dianggap sebagai pergeseran sepanjang profil-profil ini.
“Tanaman di Kutub Utara pada referensi awal tahun 1980an setara dengan dataran di utara 64 derajat Utara. Saat ini, hanya 30 tahun kemudian, setara dengan dataran di atas 57 derajat utara-sebuah pengurangan vegetasi musiman sekitar tujuh derajat lintang selatan, ” ungkap peneliti rekanan Prof. Terry Chapin, Professor Emeritus, University of Alaska, Fairbanks. “Dari analisis ini telah ditemukan pengurangan pada pola suhu dan vegetasi musiman sekitar lintang 4 hingga 7 derajat  selama 30 tahun terakhir,” jelas penulis rekanan Eugenie Euskirchen, Professor penelitian, University of Alaska, Fairbanks.
amplified arktic Penguatan Efek Gas Rumah Kaca di Kutub Utara
“Pengurangan vegetasi musiman, menghasilkan peningkatan hijuan di Kutub Utara, terlihat di atas dataran sebagai wujud penambangan semak yang tinggi dan pepohonan di beberapa lokasi di sekitar Kutub Utara, ” kata peneliti rekanan Terry Callaghan, Professor, Royal Swedish Academy of Sciences dan University of Sheffield, Inggris. Dia mencatat bahwa penghijauan di daerah yang berdekatan Boreal jauh lebih mencolok di Amerika Utara daripada di Eurasia.
Temuan kunci dari penelitian  ini adalah tingkat percepatan penghijauan di Kutub Utara dan tingkat melambat di wilayah boreal, meskipun tingkat hampir konstan berkurangnya temperatur musiman di wilayah ini selama 30 tahun terakhir, meskipun pada tingkat yang hampir konstan berkurangnya temperatur musiman di wilayah ini selama 30 tahun terakhir. “Hal ini mungkin menandakan pemisahan antara hangatnya musim tumbuh dan produktivitas vegetasi di beberapa bagian di Utara karena percabangan penguatan efek rumah kaca-termasuk pencairan permafrost, seringnya kebakaran hutan, wabah hama dan kekeringan musim kemarau-yang juga muncul,” kata penulis rekanan yang lain Hans Tømmervik, Senior Researcher, Norwegian Institute for Nature Research, Tromsø, Norwegia.
Berdasarkan para peneliti, masa depan kelihatannya akan banyak menemui permasalahan: berdasarkan analisis dari 17 model simulasi iklim yang paling baru dan mutakhirmenyusutnya suhu musiman pada daerah-daerah ini dapat mencapai 20 derajat dalam hal lintang dan pada akhir abad ini berdasarkan referensi periode  1951-1980. Penurunan suhu yang diproyeksikan oleh model-model ini pada dekade 2001-2010 sebetulnya kurang dari penurunan yang sudah diobservasi. “Karena kita tidak mengetahui konsentrasi atmosfir yang sebenarnya dari berbagai agen yang dapat mendorong perubahan dalam iklim, proyeksi-proyeksi jangka panjang harus dinterpretasikan secara hati-hati,” ungkap rekanan peneliti Bruce Anderson, Profesor Bumi dan Lingkungan di Boston University.
“Perubahan-perubahan ini akan berpengaruh pada penduduk lokal melalui perubahan dalam penyediaan sismtim pelayanan ekosistim seperti kayu dan makanan tradisional,” kata Profesor Bruce Forbes, University of Lapland, Rovaniemi, Finlandia. Hal ini juga akan berdampak pada komunits global melalui perubahan aturan layanan ekosistem yang terkait dengan gas rumah kaca. “Tanah di dataran utara secara potensial dapat melepaskan gas rumah kaca yang saat ini terkunci secara permanen dalam tanah yang beku. pencairan dalam skala dalamd an besar dari tanah-tanah ini memiliku potensi untuk memperkuat lebih jauh efek rumah kaca,” jelas penulis rekanan  Philippe Ciais, Direktur Laboratory of Climate and Environmental Science, Paris, Prancis.
“Cara hidup organisme di atas bumi juga erat kaitannya dengan perubahan pola musim dalam hal suhu dan ketersediaan makanan, dan dari semua makanan yang datang dari daratan berasal dari tanaman, ” kata Dr. Scott Goetz, Deputi Direktur  dan Peneliti Senior, Woods Hole Research Center, Falmouth, USA. “Pikirkan mengenai migrasi burung menuju Kutub Utara pada musim panas dan hibernasi (tidur panjang) para beruang di musim dingin: perubahan yang signifikan pada suhu dan tanaman musiman akan berdampak pada kehidupan, tidak hanya di wilayah Utara namun juga di tempat lain yang belum  kita ketahui.”

Sumber: sciencedaily.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar