Rabu, 27 Februari 2013

PEMANASAN GLOBAL : efek dan solusinya


Anda mungkin telah mendengar peringatan mengerikan ini berkali-kali. Karbon dioksida (CO2) dari manusia akibat penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam semakin menumpuk di atmosfer. Karbon dioksida adalah gas yang menyebabkan efek rumah kaca karena panas terjebak dan tidak bisa keluar dari atmosfer bumi sehingga suhu bumi semakin memanas. Al Gore memperingatkan bahwa pemanasan global disebabkan oleh emisi karbon dioksida, dapat meningkatkan permukaan air laut sebesar 20 kaki dan dapat menimbulkan badai yang mematikan.
Beberapa ilmuwan tidak mendukung teori ini dan prediksi lainnya yang menakutkan seperti Al Gore dan sekutu-sekutunya berulang kali gembar-gemborkan sebagai “konsensus ilmiah.” Pemanasan global adalah nyata dan emisi karbon dioksida yang berkontribusi untuk itu, tetapi ini bukan krisis. Pemanasan global di abad ke-21 cenderung sederhana, bahkan bisa jadi menguntungkan di beberapa tempat.Bahkan dalam kasus terburuk, umat manusia akan jauh lebih baik tahun 2100 daripada sekarang ini. Demikian pendapat para ilmuwan tersebut.
Gas rumah kaca tetap dapat tinggal di atmosfer selama bertahun – tahun mulai dari dekade ke ratusan dan ribuan tahun. Tidak peduli apa yang kita lakukan, pemanasan global akan memiliki pengaruh di Bumi. Berikut adalah 5 efek mematikan dari pemanasan global.
5. Penyebaran penyakit
Ketika negara-negara bagian utara bumi semakin hangat, penyakit dan serangga bermigrasi ke utara, membawa wabah dan penyakit dengan mereka. Bahkan beberapa ilmuwan bahkan percaya bahwa di beberapa negara berkat pemanasan global, malaria belum sepenuhnya bisa diberantas.
4.Perairan hangat dan seringnya frekuensi badai
Ketika suhu laut naik, kemungkinan badai timbul akan lebih sering dan kuat. Kita lihat hal ini terjadi pada pada tahun 2004 dan 2005, dimana sejumlah badai besar menghantam beberapa negara.
3. Peningkatan probabilitas dan intensitas kekeringan dan gelombang panas
Meskipun beberapa daerah di bumi akan menjadi lebih basah akibat pemanasan global, daerah lain akan mengalami kekeringan serius dan gelombang panas. Afrika akan menerima yang terburuk, dimana kekeringan lebih parah juga bisa terjadi di Eropa. Air sudah menjadi barang sangat langka di Afrika, dan sesuai dengan Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim, pemanasan global akan memperburuk kondisi dan dapat memicu konflik dan perang.
2.Konsekuensi ekonomi
Sebagian besar efek antropogenik pemanasan global tidak akan baik. Dan efek ini mengacu pada satu hal untuk negara-negara di dunia: konsekuensi ekonomi. Badai menyebabkan kerugian miliaran dolar akibat kerusakan, biaya perawatan dan lainnya semakin memperburuk keadaan.
1. Es di kutub mencair
Es di kedua kutub mencair merupakan indikasi empat bahaya lainnya yang mungkin timbul.
Pertama, Hal tersebut akan meningkatkan permukaan air laut. Ada 5.773.000 kilometer kubik air es , gletser, dan salju permanen. Menurut National Snow and Ice Data Center, jika semua gletser meleleh hari ini, air laut akan meningkat sekitar 230 meter. Untungnya, itu tidak akan terjadi semua dalam waktu bersamaan! Tapi permukaan laut akan tetap naik, perlahan namun pasti.
Kedua, topi es mencair akan mempengaruhi ekosistem global tidak seimbang dan ketika mereka meleleh mereka akan menghilangkan garam laut, atau membuat air laut berkurang kadar keasinannya atau desalinisasi. Desalinisasi ini akan membuat “kacau” arus laut. Ketidakteraturannya akan mendinginkan daerah sekitar timur laut Amerika dan Eropa Barat. Untungnya, hal tersebut malah yang akan memperlambat beberapa efek lain dari pemanasan global di daerah itu!
Ketiga, suhu meningkat dan mengubah lanskap dalam lingkaran artic akan membahayakan beberapa jenis binatang. Hanya yang paling dapat beradaptasi akan bertahan hidup.
Keempat, pemanasan global dapat menghilangkan bola salju dengan topi es. Topi es berwarna putih, dan memantulkan panas sinar matahari kembali ke ruang angkasa, lebih lanjut lagi mengenai hal tersebut jika topi es mencair, satu-satunya reflektor adalah lautan. Kita ketahui bersama warna laut adalah gelap dan warna gelap menyerap panas sinar matahari lebih banyak,sehingga pemanasan bumi semakin maksimal.
Jadi apa solusinya? Apakah kita hanya akan berdiam diri? Apakah ada efek positif dari pemanasan global? Bagaimana dengan semua wacana tentang solusi dari pemanasan global?. Beberapa solusi berikut munngkin dapat dikritisi teman – teman pembaca sekalian :
1.) Hilangkan semua subsidi untuk penggunaan bahan bakar.
Subsidi untuk energi fosil adalah beban jutaan dolar bagi pembayar pajak yang sementara itu menghasilkan manfaat yang minimal. Meskipun program ini mungkin relatif kecil mengingat ukuran pasar energi dalam negeri, mereka melayani hanya sebagian orang. Potensi ancaman pemanasan global, apakah itu nyata atau tidak, hanya satu jalan untuk menghilangkan program-program subsidi ini yaitu Perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengakhiri subsidi energi dengan target mengikat yang akan memberi hasil signifikan bagi pengurangan emisi. Contohnya seperti Protokol Kyoto, yang memaksa “diet energi” pada para negara peserta.
2.) Mencabut Program Asuransi Banjir.
Banyak keprihatinan terhadap akibat membahayakan dari pemanasan global di AS berkaitan dengan kenaikan permukaan laut dan banjir yang akan terjadi. Namun, banyak potensi investasi berada di daerah-daerah rawan banjir dengan perlindungan dari Program Asuransi Federal dari Pemerintah AS. Program ini mendorong pembangunan di daerah-daerah rentan dengan bertindak semacam “moral hazard”, para investor mengambil resiko yang lebih besar karena pemerintah menyatakan akan membantu menanggung risiko itu. Reformasi terjadap program tersebut adalah jawaban lebih realistis dari isu pemanasan global.
3.) Reformasi Air Traffic Control Systems.
Permintaan yang lebih besar untuk perjalanan udara berarti lebih banyak penerbangan, yang berarti lebih besar penggunaan bahan bakar dan meningkatkan emisi. Namun, pemerintah saat ini masih mengacu pada sistem pengendalian lalu lintas udara, yang didasarkan pada era 1920-an yaitu Sistem Beacon yang dapat menghalangi inovasi yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar dan emisi. Sebagai aturan umum, semakin pendek penerbangan, semakin sedikit bahan bakar akan dikonsumsi. Namun, baik maskapai maupun pilot memiliki kebebasan untuk memilih rute yang paling langsung dan ekonomis. Memberi pilot kebebasan untuk memetakan rute tentu saja adalah yang menarik dan diinginkan di mata industri penerbangan, dan dampak terhadap lingkungan akan luar biasa. Karena itu suatu reformasi menyangku lalu lintas udara perlu dilakukan untuk mengurangi emisi akibat lalu lintas udara yang kian padat di era globalisasi ini.
4.) Memfasilitasi Kompetisi Penyedia Listrik Swasta yang murah.
Dengan menolak model peraturan pemerintah pusat yang memonopoli energi listrik dan memungkinkan pemasok listrik swasta sebagai suplier listrik murah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, energi limbah dan emisi yang terkait akan berkurang jauh, pemerintah dalam hal ini cukup sebagai regulator saja. Pengurangan limbah ini akan membuktikan manfaat ekonomis bahkan jika emisi itu sendiri tidak menimbulkan masalah.
5.) Mengurangi Hambatan peraturan pembangunan energi nuklir.
Tidak ada teknologi lain selain nuklir yang terbukti mampu memberikan energi bebas emisi pada skala yang dibutuhkan untuk membuat pengurangan signifikan dalam emisi karbon. Masalahnya adalah bahwa berkat para aktivis lingkungan anti-nuklir pada 1970-an, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk membangun sebuah pabrik nuklir. Hal ini mendorong pengembangan dan biaya konstruksi sampai tingkat tidak ekonomis dan kompetitif dengan membangun bentuk pembangkit listrik dengan bahan bakar seperti batubara dan gas alam. Menurut lembaga energi nuklir, dibutuhkan 10 tahun dari konsep untuk operasi untuk membangun pabrik nuklir, dan hanya empat di antaranya adalah konstruksi, sisanya izin pengembangan aplikasi (2 tahun) dan pengambilan keputusan oleh Komisi Pengatur Nuklir (4 tahun).
Yah, mari kita memupuk harapan untuk dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia, kita bisa mulai mencegah pemanasan global dari sekarang, dari apa yang kita miliki dan mulai dari diri kita. Tidak akan pernah terlambat untuk melakukan perbuatan baik.

Pemanasan Global Ancam Pasokan Air


Frank Gehrke (kanan), kepala program survei salju mengukur tumpukan salju di Gunung Sierra Nevada, California. (Foto: California Dept. of Water Resources)
Pemanasan global di abad mendatang dapat secara signifikan mengurangi jumlah salju yang mengeras di tanah pada musim dingin di wilayah pegunungan di belahan Bumi bagian utara, menurut sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change.

Salju yang mencair merupakan sumber air bersih yang penting, dan hilangnya salju tersebut dapat mengancam pasokan air minum, irigasi pertanian dan ekosistem alam liar.

Ahli iklim Universitas Stanford Noah Diffenbaugh memimpin penelitian tersebut, yang membandingkan kondisi salju di belahan Bumi utara pada akhir abad 20 dengan proyeksi model iklim untuk 100 tahun mendatang.

Proyeksi-proyeksi tersebut didasarkan pada serangkaian skenario yang melihat peningkatan suhu rata-rata global antara dua dan empat derajat Celsius.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa akumulasi salju rata-rata akan menurun di sebagian besar wilayah Amerika Serikat bagian barat, Eropa, Asia Tengah dan Himalaya, dibandingkan dengan pola-pola sejarah.

Penelitian tersebut memproyeksikan bahwa rendah dan sangat rendahnya curah salju akan terus menurun antara 10 sampai 20 persen dibandingkan akhir abad 20 dengan kenaikan suhu dua derajat.

“Jika planet memanas 4 derajat Celsius, Amerika akan mengalami akumulasi salju di tanah di bawah level akhir abad 20 sampai 80 persen,” ujar Diffenbaugh.

Di bagian lain belahan Bumi utara, tumpukan salju juga merupakan penyimpanan air yang alami dan kritis.

Studi tersebut menemukan bahwa pencairan salju pada awal musim semi akan membawa lebih banyak air ke daerah aliran sungai lebih cepat dari biasanya, bisa membuat sungai, danau dan bendungan meluap.

Dengan berkurangnya air yang tersedia pada musim ini, kemungkinan untuk terjadinya kebakaran lahan, hama dan kepunahan spesies meningkat.

Diffenbaugh mengatakan bahwa saat seperti itu akan memperburuk musim kering ketika permintaan untuk air paling tinggi.

“Kami dapat menyimpulkan bahwa jika perubahan iklim secara fisik terjadi di masa depan, akan ada dampaknya pada pasokan air untuk pertanian dan konsumsi manusia dan untuk ekosistem alami jika penyimpanan air dan sistem manajemen tidak disesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut,” ujarnya.

Menurut model iklim, hujan ekstrem dapat meningkat seiring kenaikan suhu Bumi. Namun, Diffenbaugh mengatakan, hal itu tidak akan mengubah respon tumpukan salju pada perubahan iklim.

“Bahkan jika ada kenaikan curah hujan ekstrem dalam model tersebut, ada penurunan yang tinggi untuk jumlah salju di atas tanah pada akhir musim dingin.”

California Alami Iklim Ekstrem

Frank Gehrke menganggap penelitian itu sangat serius. Ia mengepalai program Survei Salju Kooperatif California, yang memperkirakan aliran air dari pegunungan ke penampungan yang menyediakan air untuk tanaman dan manusia.

California hanya salah satu bagian dari gambaran besar yang dibahas dalam laporan tersebut. Karena curah hujan di negara bagian itu menurun pada musim semi dan musim panas, Gehrke mengatakan waktu mencairnya salju menjadi sangat kritis.

Ia mengatakan ia melihat variasi iklim yang lebih besar dari yang pernah ada sebelumnya.

“Kami memiliki ekstrem-ekstrem yang lebih banyak terkait musim dingin dan panas. Tidak hanya di sini, tapi juga dalam pembahasan dengan banyak orang yang mempelajari iklim,” ujarnya.

Gehrke mengatakan para pengelola air di California memerlukan alat pengukuran yang lebih baik dan foto-foto udara dengan resolusi lebih tinggi untuk tumpukan salju dibandingkan yang ada dalam penelitian di Standford. Untuk itu, negara bagian itu telah meminta bantuan dari lembaga antariksa AS, Observatorium Salju yang Dibawa Udara.

Terbang dengan ketinggian sekitar 7.000 meter, pesawat pengintai mengambil foto-foto tumpukan salju di gunung yang detail di wilayah yang luas, membuat para ilmuwan dapat menghitung volume air di daerah aliran sungai tertentu dengan lebih akurat.

Penerbangan NASA juga dapat mengukur berapa banyak sinar matahari yang dipantulkan oleh tumpukan salju tersebut, yang dapat mengindikasikan seberapa cepat ia dapat mencair.  


http://www.voaindonesia.com/content/pemanasan-global-ancam-pasokan-air/1543840.html

Minggu, 24 Februari 2013

Cara Mengurangi Efek Pemanasan Global (Global Warning)


Setiap manusia memiliki peran penting dalam mengurangi efek pemanasan global (global warning). Merubah kebiasaan untuk membuat jejak karbon (CO₂) di bumi ini, sangat tepat dilakukan demi mengurangi dampak pemanasan global yang sudah semakin mengkhawatirkan.
Berikut ini adalah cara-cara luar biasa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek pemanasan global (global warming):

Cara Mengurangi Efek Pemanasan Global (Global Warning)

1. Mengurangi konsumsi daging

Berdasarkan penelitian, untuk dapat menghasilkan 1 kg daging, maka sumber daya yang dihabiskan akan setara dengan 15 kg gandum. Peternakan juga ikut menjadi penyumbang 18% jejak karbon di dunia, bahkan jumlah ini lebih besar dari sektor transportasi seperti mobil, motor, pesawat, dll. Belum lagi dengan bahaya dari gas-gas rumah kaca tambahan yang dihasilkan oleh aktifitas peternakan lain seperti gas metana yang bisa 3 kali lipat lebih besar dari CO₂ dan gas NO yang 300 kali lebih berbahaya dari gas CO₂. Coba bayangkan bagaimana beruntungnya kita dapat menyelamatkan bumi dari kekurangan pangan dengan bervegetarian.

2. Konsumsi makanan dari bahan yang masih segar

Menghindari makanan yang sudah diolah (instant) terbukti mampu menurunkan energi yang terbuang akibat proses pengolahan dan transportasi yang berulang-ulang. Untuk itu konsumsi lah makanan yang segar yang menyehatkan dan dengan begitu kita juga dapat ikut andil dalam upaya menyelematkan bumi.

3. Membeli produk lokal

Hasil pertanian lokal dapat dikatakan lebih murah dari hasil pertanian import. Selain itu hasil pertanian lokal juga sangat menghemat energi, karena berkaitan dengan transportasi yang membutuhkan energi penghasil “jejak karbon”. Selain itu makanan organik juga lebih ramah lingkungan, meski tidak menjamin secara keseluruhan. Jika diimpor dari daerah lain, kemungkinan emisi karbon yang dihasilkan akan lebih besar daripada manfaatnya, untuk itu teletilah sebelum membeli.

4. Mendaur ulang benda yang berbahan aluminium, plastik, dan kertas

Akan lebih baik lagi jika kita bisa menggunakannya berulang-ulang. Energi untuk membuat satu kaleng alumunium setara dengan energi untuk menyalakan TV selama 3 jam.

5. Menghindari konsumsi makanan cepat saji (fast food)

Fast food (kemasan fast food) merupakan salah satu menyumbang sampah terbesar di dunia. Bahkan permasalahannya hingga sekarang masih belum teratasi. Selain itu meng-konsumsi fast food juga dapat memberikan dampak buruk untuk kesehatan kita.

6. Membawa tas belanja sendiri (dapat di pakai ulang)

Membawa tas belanja sendiri berarti kita turut membantu mengurangi jumlah penggunaan tas plastik/kresek, yang penggunaannya bersifat sekali pakai. Saat ini di beberapa pusat perbelanjaan besar di Tanah Air, sudah mulai mengedukasi pelanggannya untuk menggunakan tas belanja sendiri, bahkan ada di antaranya yang bersedia memberikan tas belanja secara gratis, maka gunakanlah setiap kali kita berbelanja.

7. Menggunakan peralatan minum yang dapat dipakai kembali

Jika kita sudah terbiasa dengan cara praktis untuk menyajikan minum bagi tamu dengan air mineral dalam kemasan. Sebaiknya kita beralihlah ke cara-cara lama kita, yaitu dengan menggunakan gelas kaca, keramik, maupun plastik food grade yang dapat di cuci dan dipakai ulang.

8. Menanam pohon setiap ada kesempatan

Satu pohon untuk satu kebaikan. Gunakan setiap kesempatan untuk menanam pohon, baik itu di lingkungan tempat tinggal kita sendiri maupun dalam kegiatan-kegiatan gerakan menanam pohon di sebuah komunitas.

9. Mengatur suhu AC pada ruangan

Jika kita menggunakan AC di rumah, hindarilah penggunaan pada suhu maksimal. Gunakan AC pada level dimana kita sudah merasa cukup nyaman saja. Jangan biarkan ada celah (pintu/jendela) yang terbuka jika kita sedang berada di ruangan yang ber- AC, karena hal tersebut hanya akan membuat AC bekerja lebih keras sehingga membutuhkan energi yang lebih besar. Dan akhirnya perilaku ini juga akan menghemat tagihan listrik kita.

10. Matikan lampu yang sudah tidak terpakai dan jangan tinggalkan air menetes

Lampu yang dibiarkan menyala terus dan air yang menetes, hanya akan menghabiskan energi (sumber daya) untuk hal yang tidak berguna. Maka selalu perhatikan kondisi rumah kita, karena menghemat energi dan air bersih, akan menghemat tagihan listrik dan air kita.

11. Gunakan selalu lampu hemat energi

Meskipun tergolong mahal, namun bila menggunakan lampu hemat energi, kita dapat menghemat hingga 80 % dibanding menggunakan lampu pijar. Ini dikarenakan lampu hemat energi mempunyai ketahanan rata-rata 8x dari lampu pijar.

12. Memaksimalkan pencahayaan dari alam

Penggunaan cat sangat mempengaruhi pencahayaan rumah. Gunakan warna terang untuk tembok rumah kita, mengkombinasikan atap rumah dengan bahan transparant, maksimalkan pencahayaan melalui jendela dengan menghindari penggunakan kaca gelap yang dapat menghalau cahaya yang masuk ke dalam rumah.

13. Menghindari posisi stand by pada perangkat elektronik

Jika semua peralatan rumah tangga kita matikan (bukan dalam posisi stand by) maka kita telah terlibat dalam upaya untuk mengurangi emisi gas CO₂. Jangan biarkan perangkat ektronik yang tidak sedang digunakan pada posisi stand by, cabut kabel (stop contact) dari sumber listriknya.

14. Jangan biarkan lemari pendingin terlalu lama terbuka

Untuk setiap menit kita membuka pintu lemari es, memerlukan 3 menit full energi untuk mengembalikan suhu lemari pendingin ke suhu yang diinginkan. Jadi, semakin lama kita membuka lemari pendingin maka semakin banyak energi yang terbuang.

15. Gunakan deterjen dan pembersih ramah lingkungan

Mungkin harga untuk ini lebih mahal dari yang biasanya. Namun jika kita mampu untuk membelinya, maka lakukanlah demi kepentingan masa depan anak cucu kita.

16. Hindari penggunaan deodorant atau barang-barang yang berbahan Aerosol

Selain gas CO₂, gas lain yang dapat menimbulkan efek rumah kaca (yang meninggalkan jejak karbon) adalah CFC yang berasal dari Aerosol, seperti produk-produk deodorant, parfume, pengharum ruangan, dsb.



Sumber Artikel: http://masterbiologi.com/cara-mengurangi-efek-pemanasan-global/#ixzz2LpQEeg

Pemanasan Global Memperkecil Ukuran Ikan



VANCOUVER, KOMPAS.com - Kegagalan untuk mengontrol emisi gas rumah kaca berpotensi menimbulkan dampak pada ekosistem laut yang lebih buruk dari perkiraan. Para peneliti menyatakan, pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca berpeluang memperkecil ukuran ikan.

Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan dengan melakukan pemodelan reaksi ikan terhadap rendahnya level oksigen di laut. Meningkatnya suhu air laut menyebabkan oksigen terlarut menurun. Para peneliti menggunakan data Panel Ahli Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk pemodelan.

Berdasarkan pemodelan dampak meningkatnya temperatur air laut pada 600 spesies ikan antara tahun 2001 hingga 2050, diketahui bahwa dengan peningkatan suhu, ukuran ikan laut bisa berkurang antara 14 - 24 persen dari ukuran semula. 

Dr William Cheung dari University of British Columbia yang melakukan penelitian mengatakan, "Kenaikan temperatur akan meningkatkan kecepatan metabolisme ikan. Ini memicu peningkatan permintaan oksigen untuk aktivitas normal. Dengan demikian, ikan akan kehilangan oksigen untuk tumbuh saat ukuran kecil."

Penelitian juga menyimpulkan pergerakan ikan akibat pemanasan global. Menurut hasil riset itu, ikan akan bergerak menuju ke kutub dengan kecepatan 36 kilometer per dekade sebagai dampak dari meningkatnya suhu air laut.

Dr Alan Baudron dari University of Aberdeen di inggris yang tak terlibat penelitian mengatakan bahwa pengecilan ukuran ikan bisa berdampak negatif di dunia perikanan maupun kelangsungan hidup masing-masing spesies ikan itu sendiri.

"Individu yang lebih kecil memproduksi telur yang lebih sedikit dan lebih kecil. Ini akan berdampak pada potensi reproduksi ikan dan dapat mengurangi ketahanannya pada faktor lain seperti tekanan perikanan dan polusi," kata Baudron seperti dikutip BBC, Minggu (30/9/2012).

Ke depan, perlu diselidiki respon biologis tubuh terhadap peningkatan suhu. hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change.


Sumber :

Perubahan Ekosistem Kutub Utara


Pemanasan global memiliki dampak lebih cepat pada ekosistem di kawasan laut kutub utara dibanding perkiraan sebelumnya. Ganggang es tenggelam hingga ke dasar laut dan mengubah jaringan makanan di sana.
Pada bagian bawah lapisan es di Kutub Utara tumbuh ganggang dalam jumlah besar. Ganggang es ini memainkan peran penting sebagai sumber bahan makanan dan oksigen pada ekosistem.
Tapi apa yang akan terjadi, jika es mencair dengan laju yang makin cepat dan dalam volume yang terus bertambah akibat perubahan iklim? Ini ditelusuri oleh tim peneliti Helmholtz-Max-Planck yang dipimpin Antje Boetius. Pertengahan tahun lalu, kelompok tersebut melakukan ekspedisi penelitian selama dua bulan dengan kapal peneliti "Polarstern" milik lembaga peneliti kutub Institut Alfred Wegener (AWI).
Permadani Hijau di Kedalaman
Dengan bantuan alat penelitian terkini, secara mengejutkan tim menemukan, proses pencairan es di permukaan memiliki efek hingga ke kedalaman 400 meter.
Peneliti AWI di atas kapal Polarstern
"Kami mengamati dasar laut dalam dan memastikan, bahwa ganggang yang membentuk jaringan serupa permadani di bawah lapisan es, sebagian besar berasal dari lelehan es yang tenggelam ke laut dalam", kata Boetius kepada DW. "Gumpalan ganggang, dengan diameter hingga 50 sentimeter, menutupi hingga 10 persen dasar laut."
"Kami berada di wilayah Kutub Utara yang sangat luas dan memastikan proses pencairan es terjadi dimana-mana. Kami memastikan hanya sedikit hewan di Samudra Arktik yang bisa memanfaatkan ganggang ini sebagai bahan makanan.
Ganggang itu sebagian besar berada di dasar laut dan bakteri mulai menguraikannya. Untuk proses ini, bakter memerlukan banyak oksigen", jelas Boetius. Banyak areal kecil di dasar laut yang digolongkan tidak lagi mendapat pasokan oksigen.
Perubahan kondisi
Para ilmuwan menduga, dalam kondisi aktual ganggang es tumbuh dengan cepat. Penyebabnya, lapisan es yang lebih tipis memungkinkan lebih banyak cahaya tembus. Lapisan es di kawasan lautan kutub utara yang makin tipis dan hangat, mengakibatkan es makin cepat meleleh dan ganggang terlepas lebih cepat dari es lalu tenggelam.
Ganggang es juga jadi makanan teripang
"Untuk pertama kalinya kami bisa menunjukkan bahwa pemanasan di kawasan Kutub Utara dan perubahan fisik yang terkait dengan itu, menimbulkan reaksi lebih cepat di seluruh ekosistem hingga ke kedalaman laut", ujar Boetius.
Para pakar belum tahu, apakah ini hanya fenomena sekali saja, atau apakah ini adalah "Kutub Utara baru di masa mendatang", kata Boetius. Untuk mengetahuinya, data harus terus dikumpulkan selama beberapa tahun mendatang.
"Mungkin Samudra Arktik akan menjadi lautan yang sama sekali berbeda dalam lima tahun ke depan. Berdasarkan pengamatan kami, ini mungkin terjadi."
Bagi ahli kelautan Boetius, hasil penelitian harus memiliki konsekuensi jelas bagi politik dan masyarakat. Jika pemanasan global bisa mengubah sistem keseluruhan lautan sedemikian cepat, maka harus ada reaksi yang lebih cepat juga "agar perubahan iklim bisa terkendali."

Sumber: Berbagai sumber

Rabu, 20 Februari 2013

Pemanasan Global Tanpa Kendali Akibat Lepasnya Metana



Pemanasan Global Tanpa Kendali Akibat Lepasnya Metana


Makin cepatnya pemanasan global seperti yang telah digambarkan dapat semakin di luar kendali akibat lepasnya metana yang saat ini terperangkap dalam deposit hidrat metana yang tidak stabil di Arktik karena pengaruh pemanasan global. 

Sampel-sampel inti yang diambil dari lapisan lama sediment laut digunakan untuk menelusuri perubahan iklim yang terjadi puluhan juta tahun lalu. Dengan menganalisa berbagai fosil kerang yang terdapat dalam sedimen-sedimen itu, kita bisa menelusuri perubahan temperatur air laut dan kadar CO2 di atmosfer pada waktu fosil itu terbentuk dan tersimpan. Kerang-kerang itu mengandung karbon dari CO2 di atmosfer yang larut dalam air laut ke tempat mereka tinggal, seperti yang terjadi saat ini juga. 

Dari rekaman-rekaman ini, tampaknya ada periode-periode pendek, hanya sekitar beberapa ratus tahun, ketika peningkatan cepat temperatur Bumi terjadi. Dalam periode pendek ini, kenaikan suhu hingga 8 derajat Celsius tampaknya terjadi sesudah masa panjang kenaikan suhu udara sebesar 5 hingga 7 derajat Celsius, sehingga membuat suhu udara lebih panas 15 derajat Celsius dari saat ini. Temperatur kemudian turun kembali dan seluruh proses kenaikan dan penurunan itu hanya berlangsung beberapa ratus tahun saja. 

Kemungkinan terbesar penyebab cepatnya pemanasan global dalam waktu singkat ini adalah lepasnya metana ke dalam atmosfer. Sebagai gas rumah kaca, metana 60 kali lipat lebih kuat daripada CO2, tetapi ia hanya berada di atmosfer sekitar sepuluh tahun, sehingga efek gas rumah kacanya cepat hilang bila dibandingkan dengan CO2 yang bertahan di atmosfer selama 100 tahun. Jumlah CO2 tidak cukup untuk mempercepat pemanasan, dan jika CO2 adalah penyebabnya, maka peningkatan temperatur udara itu akan berlangsung jauh lebih lama. 

Hidrat metana banyak terdapat di seluruh dunia saat ini. Di antaranya yaitu metana yang tersimpan di dalam deposit kurungan air yang tak stabil, yang jika terganggu, ia melepaskan metana. Hidrat metana terdapat di delta-delta sungai besar seperti delta Amazon dan daerah delta lama seperti Teluk Meksiko. Sungai-sungai besar menghanyutkan jutaan ton sedimen yang mengandung unsur-unsur tanaman yang terus membusuk setelah sedimen itu tertimbun di dalam delta sungai. Pembusukan anaerobik ini memproduksi metana yang terperangkap dalam sedimen sebagai hidrat metana. Ketika terjadi perubahan temperatur dan tekanan di dalam air, maka metana itu dengan sangat cepat terlepas dalam jumlah yang amat besar. 

Bentuk lainnya adalah hidrat metana beku dimana metana itu terperangkap dalam campuran es dan air. Jika campuran itu menghangat atau tekanan pada es itu berkurang, maka metana itu terlepas. Hidrat metana beku bisa mengandung 170 volume metana. Hidrat-hidrat beku itu terdapat pada endapan dalam lempengan dasar laut di Laut Artik. 

Metana juga dapat terperangkap pada lapisan tanah es di atas lapisan materi tumbuhan yang terletak lebih rendah dan tidak membeku. Materi tanaman itu membusuk dan memproduksi metana, lalu terperangkap oleh tanah es beku di atasnya. Jika lapisan tanah es itu mencair, maka metana yang berada di bawah lapisan itu akan terlepas ke atmosfer. Tanah es yang begitu luas di belahan bumi utara amat yang menangkap metana berpotensi melepaskannya, jika tanah es itu mencair akibat pemanasan global. 

Teori tentang cepatnya peningkatan dan penurunan temperatur ini, berdasarkan catatan geologi dari 55 juta tahun yang lalu, menyebutkan bahwa pemanasan global yang terjadi secara bertahap akibat suatu kejadian alam menyebabkan naiknya suhu udara sebesar 5 hingga 7 derajat Celsius lebih tinggi daripada rata-rata (lebih tinggi daripada temperatur saat ini). 

Pada titik ini, metana yang terperangkap dalam deposit hidrat metana mulai terlepas ke atmosfer dan mempercepat laju pemanasan. Hal ini akan mengakibatkan pemanasan dan pelepasan metana lebih lanjut. Begitu atmosfer makin panas, maka berbagai tipe deposit metana akan terlepas. Siklus terlepasnya metana memicu peningkatan pemanasan dan menyebabkan makin banyak metana yang terlepas dari area-area timbunan metana lain di dunia begitu pemanasan global dimulai. 

Ada sebuah foto menarik yang memperlihatkan sebuah asap metana keluar dari lapisan es Artik. Foto itu menunjukkan bawa fenomena yang diceritakan di atas dapat terjadi. Ada pula kasus pengeboran minyak yang tidak berhati-hati sehingga menyebabkan terlepasnya metana dalam jumlah besar dari deposit hidrat. Hilangnya kapal-kapal di daerah segitiga Bermuda dapat diterangkan dengan sebuah teori, yaitu bahwa metana tiba-tiba dilepaskan dalam jumlah banyak sehingga mengurangi gaya tekan ke atas air laut, sehingga kapal itu tenggelam. 

Jadi, apakah saat ini metana merupakan ancaman? Mari kita bahas situasinya. Kita mengetahui bahwa terdapat hidrat metana dan deposit tanah es yang begitu luas di seluruh dunia. Kita mempunyai bukti bahwa kita sekarang berada pada permulaan periode pemanasan global yang diperkirakan makin memburuk karena terlepasnya CO2 ke atmosfer secara terus menerus akibat pembakaran bahan fosil. Model komputer terbaru yang memperhitungkan efek umpan balik pemanasan global yang telah terjadi menerangkan bahwa sekitar tahun 2050 kita mungkin tidak bisa lagi memanfaatkan hutan hujan Amazon sebagai penyimpan karbon. 

Hal ini dapat membuat temperatur udara meningkat menjadi 5 hingga 8 derajat Celcius sebelum tahun 2100. Kejadian ini tak dapat diperkirakan dan saat ini tak seorang pun yang benar-benar tahu bagaimana sisem lingkungan dunia akan berubah, tetapi kita sekarang memiliki bukti-bukti geologi masa lalu. Berdasarkan bukti ini, pemanasan global dapat memicu terlepasnya metana dalam jumlah yang besar, dimana sekali ia terlepas, intensitasnya akan bertambah besar. Hal ini dapat menjadi sebuah kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, karena begitu hal itu mulai terjadi, maka tak akan ada jalan untuk menghentikan pemanasan global akibat lepasnya metana secara terus-menerus. Kita DAPAT mengurangi emisi CO2 kita, tetapi kita TAK DAPAT mengurangi emisi metana begitu mereka mulai keluar, kekuatan alam yang begitu besar akan mengambil alih dan mengubah dunia kita. Kemungkinannya hal ini akan mengakibatkan pencairan lapisan es di Antartika yang lalu akan menaikkan permukaan laut sampai setinggi 50 meter dan akan mengubah total iklim di dunia ini. 

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Kita harus berhati-hati dan tak mengambil resiko memulai rangkaian kejadian seperti yang dijelaskan di atas. Untuk itu, kita harus mengurangi total emisi CO2 mulai dari sekarang dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi penyerap karbon seperti hutan hujan Amazon. Ini merupakan bagian ketiga dari seri artikel yang menjelaskan skenario pengaruh CO2 pada pemanasan global pada 100 tahun mendatang. Jika kita terus membakar amat banyak bahan bakar fosil seperti yang kita lakukan sekarang, maka kita akan beresiko besar memulai pemanasan global yang tak dapat dihentikan akibat pelepasan metana secara terus-menerus dalam waktu dekat di masa mendatang. SEKARANG terutama hanya dengan menurunkan emisi CO2 secara mutlak, kita akan dapat menghindari resiko itu. Dengan demikian, SEKARANG kita memerlukan Hidrogen! 





Selasa, 19 Februari 2013

5 Tanda Ekstrim Akibat Pemanasan Global




[UNIKNYA.COM]: Kerusakan alam yang terjadi saat ini, baik dalam skala Nasional maupun Internasional, sudah mencapai tahap serius dan mengancam seluruh penduduk dunia. Banyak faktor yang menyebabkan ketidakseimbangnya alam akibat ulah manusia, cuaca, degradasi lahan dan lain-lain. Meningkatnya suhu permukaan bumi, lautan dan atmosfir, juga sebagai penyebab kemunculannya hal yang ‘ekstrim’ dari peristiwa alam itu sendiri. Terutama kerusakan alam akibat pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas alam) yang melepaskan gas CO2 dan gas-gas lainnya yang juga disebut gas rumah kaca ke atmosfir bumi. Kerusakan bumi saat ini telah menganggu ekosistem hewan dan tumbuhan, juga masih banyak lagi tanda-tanda ganjil muncul akibat pemanasan global.

Berikut uniknya.com menghimpun tanda-tanda ekstrim akibat pemanasan global.

1. Gerakan Global Dari Kelompok Tanaman dan Hewan

Sebuah studi terbaru mengungkapkan, hampir dari 2.000 spesies tanaman dan hewan akan mulai menemukan gerakan massal menuju kutub pada tingkat rata-rata 3,8 mil (61 km) per dekade. Para peneliti juga memprediksi bahwa beberapa spesies tanaman dan hewan di daerah pegunungan alpen, akan bergerak secara vertikal pada tingkat 20 kaki (6,1 meter) per dekade pada paruh kedua abad ke-20.



2. Emisi Metana Dari Hewan

Emisi metana berperan lebih besar dalam pemanasan global. Tepatnya tingkat bahaya berada di bawah karbondioksida (CO2). Dan bila bahan organik dipecah oleh bakteri di bawah oksigen (dekomposisi anaerobik) metana akan terproduksi. Proses tersebut terjadi dalam usus hewan herbivora. Oleh sebab meningkatnya jumlah produksi ternak terkosentrasi, maka tingkat metana dilepaskan ke atmosfir akan semakin meningkat.



3. Air Mencoklat

Suhu panas diperkirakan akan menyebabkan bahan organik di bawah air danau akan lebih berwarna, mengubahnya menjadi air berwarna kecoklatan. Karena sinar matahari otomatis terhalang, maka tanaman di dasar danau akan lebih sulit untuk bertahan hidup. Dan itu berarti spesies hewan pemakan tanaman akan berkurang secara signifikan. Jika semua itu terjadi, seluruh ekosistem akan mulai menghilang.




4. Serangan Malaria

Sebuah laporan WHO tahun 2000 di Afrika, menemukan bahwa pemanasan global adalah penyebab penyebaran nyamuk malaria dari tiga kabupaten di Kenya barat selama 13 tahun, dan menyebabkan wabah penyakit di wilayah Rwanda dan Tanzania. Sedangkan di Eropa Barat, WHO juga memperingatkan suhu hangat akan membawa pengaruh penyebaran nyamuk malaria di wiliyah iklim bagian utara, yang dapat menyebabkan lonjakan malaria di luar daerah tropis ( Eropa). Serta di Amerika Selatan, berkat pemanasan global, wabah malaria pun telah menyebar ke ketinggian yang lebih tinggi. Seperti di daerah pegunungan Andes Kolombia dengan ketinggian 7.000 kaki (2.100 m) di atas permukaan laut. Dan pada september 2006 di Moskow, Rusia, ditemukan larva nyamuk Anopheles pembawa malaria untuk pertama kalinya.



5. Kemungkinan 2.000 Pulau di Indonesia Akan Lenyap

Sebagai konsekuensi dari pertambangan yang berlebihan dan berbagai kegiatan yang merusak lingkungan. Setidaknya ada 2.000 pulau kecil di seluruh kepulauan Indonesia akan lenyap pada tahun 2030. Dan Kini Indonesia tercatat telah kehilangan 24 dari 17.500 pulau.



Sumber : theworldgeography.com, uniknya.com, Mei 2012

Penyebab Pemanasan Global Pada Bumi

 

Mungkin anda pernah membayangkan berada di dalam mobil yang tertutup rapat pada siang hari. Sinar matahari dengan leluasa dapat memasuki ruangan mobil melalui kaca mobil, sehingga menyebabkan udara di dalam mobil menjadi lebih panas. Udara di dalam mobil menghangat, karena panas sinar matahari yang masuk tidak dapat leluasa keluar. Sehingga panas tersebut terperangkap di dalam mobil. 


Demikian halnya dengan pemanasan global. Matahari memancarkan radiasinya ke bumi menembus lapisan atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan pemanasan global.

Apakah Penyebab Pemanasan Global?
Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari:

Konsumsi energi bahan bakar fosil. Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.

Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju. Menurut Prof. Emil Salim, USA mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan 3 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton CO2/orang dengan jumlah 1 milyar penduduk.
Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor ini berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi banyaknya penduduk.

Sampah.

Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses terjadinya pemanasan global.

Kerusakan hutan.

Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.

Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan, termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 % dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74%.

Pertanian dan peternakan.

Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 % dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.

Dampak Pemanasan Global

Sebagai sebuah fenomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan Indonesia dalam kondisi yang rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat terjadinya pemanasan global, Indonesia akan menghadapi peristiwa :
Pertama,

Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), dan punahnya berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat dari masuknya atau merembesnya air laut, serta infrastruktur perkotaan yang mengalami kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut.

Kedua,

Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.

Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu :

Kehutanan. Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.

Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka.

Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.

Kesehatan. Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.

Selain dampak diatas, tercatat beberapa kejadian luar biasa yang mengindikasikan terjadinya pemanasan global, yaitu :

Tahun 2005 merupakan tahun terpanas. NASA melaporkan bahwa temperatur rata-rata global telah meningkat 0,060 C.

Pencairan Artik terbesar terjadi di tahun 2005. Hasil foto salah satu satelit menunjukkan area yang tertutup es permanen merupakan area tersempit pada akhir musim panas tahun 2005.

Tahun 2005 merupakan tahun dengan air di Karibia terpanas, lebih lama dari yang pernah terjadi dan menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) besar-besaran di sepanjang wilayah mulai dari Karibia hingga Florida Keys, Amerika Serikat.

Tahun 2005 tercatat sebagai tahun dengan nama badai terbanyak. Terdapat 26 nama badai yang melampaui daftar nama resmi. Pada tahun ini juga terdapat sekitar 14 badai, yang disebut sebagai badai hebat (hurricane), karena memiliki kecepatan angin melebihi 119 km/jam. Rekor tahun sebelumnya hanya 12 badai dalam setahun. Tahun 2005 juga merupakan tahun dengan kategori 5 badai terbanyak dengan kecepatan angin 249 km/jam. Tahun 2005 merupakan tahun yang mengalami kerugian termahal akibat badai.

Tahun 2005 merupakan tahun terkering yang pernah terjadi sejak beberapa dekade lalu di Amazon, Amerika Selatan. Dan Amerika bagian barat menderita akibat kekeringan yang panjang.

Sumber informasi :

Bumi Makin Panas (booklet). 2004. Diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, JICA dan Yayasan Pelangi.

Indonesia dan Perubahan Iklim (booklet). Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia. www.wwf.or.id/climate

Climate Change Scenarios for Indonesia (leaflet). 1999. Diterbitkan oleh Climatic Research Unit (CRU), UEA, UK dan WWF.

Perilaku Ramah Lingkungan. 2007.  Website WWF Indonesia : www.wwf.or.id

Senin, 18 Februari 2013

6 Efek Buruk Pemanasan Global bagi Kesehatan



Efek dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim. Ternyata, perubahan iklim selain berdampak buruk pada lingkungan, juga berdampak buruk bagi kesehatan. Berikut sejumlah dampak buruk perubahan iklim terhadap kesehatan:

1. Buruk untuk jantung

Pemanasan global membuat suhu udara bertambah panas, sehingga dapat menyebabkan penambahan polusi. Kenaikan tingkat polusi ini yang berefek buruk pada jantung. Selain itu, penelitian juga membuktikan suhu yang lebih tinggi dan kerusakan ozon dapat membuat kesehatan jantung memburuk. Hal ini dikaitkan suhu udara yang tinggi dengan penurunan denyut jantung. Denyut jantung yang rendah dapat meningkatkan resiko serangan jantung. Para peneliti juga mengatakan suhu yang lebih tinggi dapat membuat tubuh lebih sensitif terhadap racun.

2. Lebih mudah terkena alergi

Studi menunjukkan alergi meningkat di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat, yang kemudian dikaitkan dengan meningkatnya kadar karbon dioksida dan suhu yang lebih panas. Alergi yang dimaksudkan dapat merupakan reaksi terhadap serbuk bunga (pollen) yang diproduksi lebih banyak karena suhu yang bertambah panas. Namun sebuah studi juga mengatakan sensitivitas terhadap serbuk bunga juga meningkat. Perubahan iklim juga menambah panjang musim berbunga sehingga berakibat lebih buruk terhadap alergi.

3. Peristiwa alam ekstrim
Pemanasan global dapat meningkatkan terjadinya peristiwa alam ekstrim, seperti banjir dan badai besar, tsunami sehingga memperbanyak angka kematian. Selain itu dengan semakin meningkatnya peristiwa alam ektrim, maka semakin banyak masyarakat yang kehilangan tempat tinggal. Hal ini membuat daya tahan tubuh biasanya melemah dan mudah terkena penyakit.

4. Kekeringan

Perubahan iklim membuat musim kemarau lebih panas dan kering sehingga kekeringan lebih banyak terjadi. Padahal air salah satu unsur yang penting untuk menunjang kesehatan. Dengan berkurangnya air, maka terjadi gangguan kesehatan. Air juga berguna untuk pertanian yang menghasilkan pangan. Karena kekeringan, pangan sulit diproduksi dan menyebabkan kesehatan terganggu.

5. Pertumbuhan bakteri
Pemanasan global juga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri berbahaya di laut. Debu dari tanah yang tertiup ke laut meningkatkan kadar besi ke laut dan membuat bakteri berkembang biak semakin subur. Sebuah studi di American Association untuk Advancement of Science mengatakan debu memicu pertumbuhan vibrio, yaitu bakteri laut yang menyebabkan gastroenteritis dan penyakit menular pada manusia.

5. Penyebaran penyakit

Peningkatan panas dan curah hujan yang diakibatkan perubahan iklim membuat penyakit lebih mudah untuk menyebar. Terutama penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bertumbuhannya dipengaruhi cuaca dan suhu udara. Seperti malaria, kemungkinannya lebih tersebar ke daerah-daerah baru dipicu oleh suhu udara yang meningkat. Curah hujan juga diduga sebagai faktor yang menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui air mudah menyebar. Terutama penyakit yang dibawa oleh serangga.




Sumber :
myhealthnewsdaily

Mencairnya Es Picu Pemanasan Global




Menyusutnya tutupan es dan salju di belahan bumi utara merefleksikan semakin sedikitnya cahaya matahari yang kembali ke luar angkasa dalam sebuah mekanisme yang dapat memperparah pemanasan global. Studi ilmuwan Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa mekanisme itu sebelumnya sempat diremehkan.

Data satelit mengindikasikan bahwa es laut Arktik, gletser, salju musim dingin, dan es Greenland hanya melontarkan sedikit energi kembali ke luar angkasa sejak 1979 hingga 2008. Itu terlihat dari semakin sedikitnya bayangan cahaya putih di atas tanah atau air, yang jauh lebih gelap dan menyerap lebih banyak panas.

Studi memperkirakan bahwa es dan salju di belahan bumi utara kini merefleksikan energi surya sekitar 3,3 watt per meter persegi ke lapisan atmosfer atas, menurun 0,45 watt per meter persegi sejak akhir 1970-an. "Efek pendinginan tereduksi, dan hal ini meningkatkan jumlah energi surya yang diserap bumi," kata Mark Flanner, staf pengajar di University of Michigan dan peneliti utama studi. "Penurunan energi surya yang direfleksikan lewat pemanasan jauh lebih besar daripada hasil simulasi pemodelan iklim yang baru dilakukan."

Temuan Flanner dan tim ilmuwan Amerika itu telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Geoscience. "Kesimpulannya adalah bahwa cryosfer, area es dan salju, sangat sensitif dan juga mendorong perubahan iklim yang jauh lebih kuat daripada dugaan semula," katanya.

Semakin banyak lahan dan air yang terekspos pada sinar matahari, semakin banyak panas yang terserap dan akhirnya mempercepat melelehnya salju serta es di sekitarnya. Es laut Arktik, misalnya, menyusut tajam dalam beberapa dasawarsa terakhir sesuai dengan kecenderungan yang menurut tim panel Perserikatan Bangsa-Bangsa disebabkan oleh gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil di pabrik, pembangkit listrik, dan kendaraan bermotor.

Sejumlah studi memperkirakan es laut Arktik akan lenyap dalam musim panas pada abad ini, sehingga mengancam kehidupan beruang kutub dan binatang lain, tradisi perburuan suku-suku yang mendiami daerah kutub, serta memperburuk perubahan iklim.