Senin, 04 Maret 2013

Eceng Gondok di Danau Toba, Indikasi Kerusakan Ekosistem



Dahulu, mandi di pantai perairan Danau Toba, tanaman eceng gondok (Eichhornia Crassipes) tidak sebanyak yang ada sekarang. Tanaman air itu sangat sedikit dan sulit ditemukan, tapi sekarang sangat banyak dan dinilai sudah bermasalah.
Untuk menyelesaikan masalah tanaman air ini, banyak pihak melakukan pembersihan eceng gondok dari perairan Danau Toba. Mengapa? Karena dinilai kehadiran eceng gondok dapat merusak lingkungan ekosistem perairan dan keindahan Danau Toba. Lantas, pengunjung tidak dapat lagi menikmati indahnya danau terbesar di Indonesia itu.

Benar, banyaknya eceng gondok satu indikasi kuat ekosistem Danau Toba sudah terganggu dan cenderung sudah rusak. Banyak pihak menilai eceng gondok di perairan Danau Toba telah sampai pada tingkat mengkhawatirkan bagi lingkungan hidup. Lantas bagaimana solusinya?

Aksi pembersihan tanaman air ini jelas sangat besar artinya. Namun bila hanya pembersihan saja tidak cukup untuk menjawab tantangan masa depan perairan Danau Toba. Ibarat orang sakit ginjal, untuk menghilangkan rasa sakit hany diberi obat menghilangkan rasa sakit, tetapi ginjalnya tidak diobati, maka masalah tidak akan berakhir.

Eceng gondok adalah tanaman air yang hadir bukan karena tanpa sebab. Dahulu tidak sebanyak sekarang ini. Mengapa kini begitu banyak? Jawabnya karena ada ekosistem yang berubah. Pada dasarnya ekosistem hubungan suatu komunitas dengan lingkungan, dan lebih spesifik lagi suatu satuan ekologi dalam alam atau komunitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan bersama habitatnya. Ekosistem juga adalah keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Kini, banyak pihak menilai, kehadiran eceng gondok dapat merusak lingkungan ekosistem perairan Danau Toba. Benar, sebab kehadirannya tidak seimbang dengan komunitas lainnya dalam satu ekologi alam. Artinya, daya interaksi dengan komunitas lainnya dapat terganggu, dan pada tahap ini dapat dikatakan kehadiran suatu komunitas itu dapat merusak lingkungan ekosistem. Nah, hal inilah yang dialami eceng gondok di perairan Danau Toba.

Hutan di Kawasan Danau Toba

Menurut data, eceng gondok sudah menutupi 1 persen dari luas permukaan perairan Danau Toba atau volumenya setara dengan 25 ribu meter kubik.

Berdasarkan data ini, eceng gondok jelas telah mengganggu ekosistem perairan Danau Toba. Ingat, ekosistem bukan saja membicarakan tumbuhan dan hewan tetapi juga manusia sebagai komponen penting dari ekosisten dan manusia adalah faktor penentu dalam interaksi makhluk hidup, sehingga dapat dikatakan, baik buruknya lingkungan tergantung kepada manusia.

Eceng gondok di perairan Danau Toba tidak dapat lepas dari tanggungjawab manusia, akibat dari interaksi manusia (masyarakat) yang ada dalam komunitas itu.

Harus diakui kehidupan masyarakat di sekitar Danau Toba tidak sama lagi dengan kehidupan masyarakat ketika penulis masih kanak-kanak. Masyarakat di perairan Danau Toba sebagai petani saat itu berinteraksi dengan alam masih sangat alami, mereka belum lagi menggunakan pupuk kimia, dan masih bercocok tanam organik.

Masyarakat di perairan Danau Toba sebagai nelayan juga sangat alami, belum membudidayakan ikan dengan kerambah jala terapung yang memberi makan ikan dengan pelet dari bahan kimia. Mereka masih sangat erat interaksinya dengan alam secara alami.

Tanaman eceng gondok tumbuh subur merupakan ekses dari bercocok tanam di tepi Danau Toba, sisa-sisa mikroba dari pupuk masuk ke dalam perairan Danau Toba, begitu juga dengan pakan ikan yang bersisa tidak dimakan ikan.

Penulis memprediksikan bila hanya sisa pupuk dan pakan ikan maka tumbuh subur tanaman eceng gondok masih belum sebanyak sekarang ini. Artinya daya dukung perairan Danau Toba masih mampu menyeimbangkannya.

Kini muncul pertanyaan, mengapa begitu banyak tanaman eceng gondok di perairan Danau Toba? Jawabnya karena kerusakan hutan di kawasan Danau Toba sudah sangat mengkhawatirkan, sehingga bila hujan turun, air tidak bertahan lagi di hutan di kawasan Danau Toba, tetapi langsung ke Danau Toba dengan membawa tanah berisi humus.

Wajar menjadi masalah karena jumlahnya sudah tidak seimbang dengan komunitas makhluk hidup lainnya. Kerusakan hutan dapat dilihat dengan kasat mata, setiap saat, setiap hari selama bertahun-tahun sampai sekarang kayu dari hutan kawasan Danau Toba dibawa ke pabrik sebuah industri di Porsea. Di samping itu penebangan kayu secara illegal terus berlangsung.

Bila kerusakan hutan terus terjadi dan semakin parah, maka wajar eceng gondok di perairan Danau Toba semakin banyak menutupi permukaan air di danau itu, mencemari lingkungan dan merusak ekosistem, pada akhirnya mengancam kehidupan masyarakat. Penulis bukan mengada-ada. Alam itu adalah pasti, jujur, tidak mau berdusta, apa adanya bukan ada apanya, karena hukum alam adalah sebab akibat. Disebabkan hutan rusak di kawasan Danau Toba maka lingkungan menjadi rusak.

Sumber: Harian Analisa-Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar