Jumat, 05 April 2013

Pemanasan Global, Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan



KRISIS lingkungan yang terjadi saat ini baik dalam skala nasional maupun global, sudah sampai pada tahap yang serius dan mengancam eksitensi planet bumi di mana manusia, hewan dan tumbuhan bertempat tinggal dan melanjutkan kehidupannya. Manusia modern dewasa ini sedang melakukan perusakan secara perlahan, akan tetapi nyata terhadap sistem lingkungan yang menopang kehidupannya.

Salah satu indikator kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh degradasi lahan cukup nyata di depan mata dan sudah sangat sering kita alami, seperti banjir tahunan yang semakin besar dan meluas, erosi dan sedimentasi sungai dan danau, tanah longsor, kelangkaan air (kuantitas dan kualitas) yang berakibat terjadinya kasus kelaparan di beberapa wilayah negara. Polusi air dan udara, pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan biodiversitas, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan serta ledakan hama dan penyakit merupakan gejala lain yang tak kalah seriusnya yang sedang mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di planet bumi ini.

Mewabahnya penyakit hewan dan manusia yang mematikan akhir akhir ini, seperti demam berdarah, flu burung dan HIV, jika dicermati sebenarnya juga merupakan akibat telah terjadinya gangguan keseimbangan dan kerusakan lingkungan fisik maupun non fisik di permukaan bumi kita.

Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup global maupun nasional tersebut sebenarnya berakar dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Sebagai contoh dalam lingkup lokal, penebangan liar dan perusakan ekosistem hutan yang terjadi hampir seluruh pulau di negara kita, pencemaran lingkungan yang telah akut di Sumatera Utara, serta kerusakan lingkungan dan pencemaran di Irian Jaya yang sebenarnya merupakan perbuatan manusia yang tidak bertanggungjawab.

Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan di permukaan bumi ini. Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat, telah mengakibatkan terjadinya eksplorasi intensif (berlebihan) terhadap sumber daya alam, terutama hutan dan bahan tambang yang akibatnya ikut memacu terjadinya kerusakan lingkungan terutama yang berupa degradasi lahan. Padahal lahan dengan sumberdayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan termasuk manusia.

Orientasi hidup manusia modern yang cenderung materialistik dan hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara pandang dikhotomis yang memandang alam sebagai bagian terpisah dari manusia dan paham antroposentris yang menganggap bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terjadinya kerusakan lingkungan (White,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984, Mansoor, 1993 dan Naess, 1993).

Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungannya. Di samping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.

Upaya untuk penyelamatan lingkungan sebenarnya telah banyak dilakukan baik melalui penyadaran kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders), melalui pendidikan dan pelatihan, pembuatan peraturan pemerintah, Undang Undang, maupun melalui penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sain dan teknologi serta program program lain juga telah banyak dilakukan.

Akan tetapi hasilnya masih belum nyata sebagaimana yang diharapkan, serta belum bisa mengimbangi laju kerusakan lingkungan yang terjadi. Perusakan lingkungan di beberapa tempat di muka bumi ini, termasuk di negara kita, masih tetap saja berlangsung, bahkan lebih cepat lajunya serta lebih intensif seolah upaya upaya pengendalian dan perbaikan yang telah dilakukan tak ada pengaruhnya sama sekali.


Akibat pemanasan global

Pemanasan global yang merupakan kejadian meningkatnya suhu permukaan bumi, lautan dan atmosfer sebenarnya merupakan peristiwa alam yang sudah sering terjadi semenjak awal kejadian bumi kurang lebih 4 miliar tahun yang lalu. Pemanasan global akan menjadi masalah apabila laju peningkatan suhu bumi melebihi batas ambang perubahan normal.

Akhir akhir ini, bumi mengalami pemanasan yang sangat cepat yang oleh para ilmuan dikatakan sebagai akibat aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan bumi ini, adalah pembakaran bahan baker fosil terutama batubara, minyak bumi dan gas alam yang melepas karbondioksida (C02), dan gas gas lainnya yang disebut sebagai gas rumah kaca ke atmosfer bumi. Gas rumah kaca ini berperan sebagai selimut (insulator) yang menahan panas yang berasal dari radiasi matahari.

Selama seratus tahun terakhir, rata rata suhu bumi telah meningkat sebesar 0,6 oC, dan diperkirakan akan meningkat sebesar 1,4 5,8 oC pada tahun 2050. Kenaikan suhu bumi ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub, menaikan suhu lautan sehingga volume dan muka air laut meningkat. Kenaikan volume dan permukaan air laut ini akan mengakibatkan banjir di wilayah wilayah pantai dan bisa menenggelamkan beberapa pulau.

Di beberapa wilayah yang mengalami kenaikan suhu ini akan mengalami perubahan iklim yang ditandai dengan curah hujan yang lebih tinggi, suhu udara meningkat dan pergeseran atau perubahan musim. Evaporasi akan semakin tinggi sehingga kelembaban tanah semakin cepat hilang dan tanah cepat mengering. Kekeringan ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan produksi bahan makanan sehingga terjadi kekurangan bahan makanan dan kelaparan.
Hewan hewan akan bermigrasi ke daerah daerah yang suhunya lebih sesuai. Sedangkan spesies hewan dan tanaman yang tidak mampu berpindah dan menyesuaikan diri akan musnah. Potensi akibat yang ditimbulkan oleh pemanasan permukaan bumi dan atmosfer ini sangat besar dan dalam skala luas (global), sehingga penanganannya tidak bisa dilakukan oleh negara per negara, akan tetapi harus melalui kerjasama antar negara dan kerjasama internasional.


Beberapa akibat langsung

Pertama, pencairan es di kutub.
Kedua, peningkatan volume dan muka air laut.
Ketiga, perubahan cuaca dan iklim global.
Keempat, sistem pertanian dan persediaan bahan makanan.
Kelima, migrasi hewan dan penurunan jumlah spesies hewan dan tumbuhan.
Keenam, krisis sumberdaya air yang mempunyai potensi untuk terjadinya konflik antar sektor dan antar pengguna.
Ketujuh, gangguan keamanan.
Kedelapan, kesehatan manusia, dengan munculnya berbagai penyakit hewan dan manusia (demam berdarah, flu burung, dsb)


Pengendalian

1.Mengurangi produksi gas karbon dioksida dengan mengurangai pemanfaatan bahan bakar fosil dan produksi gas gas rumah kaca yang lain. Hal ini sulit dilakukan karena negera negara industri (terutama AS) tidak bersedia mengurangi produksinya
2.Menekan atau menghentikan penggundulan hutan
3.Penghutanan kembali secara besar besaran untuk menciptakan wilayah serapan (sink) gas karbondioksida
4.Melokalisir gas karbondioksida atau dengan menangkap dan menyuntikkannnya ke dalam sumur sumur minyak bumi untuk mendorong minyak bumi ke permukaan. Teknologi sudah bisa dilakukan mengganti bahan baker fosil dengan bahan bakar alternative yang renewable dan ramah lingkungan.


Kerjasama internasional

1.Mendorong disepakati dan dilaksanakannya kesepakatan dan persetujuan internasional tentang pengurangan pemanasan global Earth summit Rio de Janairo, Protokol Kyoto, atau perlu dibentuk instrument perjanjian baru yang disepakati dan dipatuhi oleh semua negara ?).
2.Menekan negara negara penghasil gas rumah kaca terbesar (AS, Eropa dan sebagainya) untuk meratifikasi Protokol Kyoto.
3.Mendorong PBB untuk aktif melakukan tindakan pencegahan melalui perjanjian dan bagi negara yang tak mematuhi konvensi dan  kesepakatan dunia (seperti sangsi PBB tentang  pemanfaatan energi nuklir?)


Pendekatan agama

Naess (1993) salah seorang penganjur ekosentrisme dan deep ecology pernah menyatakan bahwa krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis penyelamatan lingkungan dengan bantuan sain dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam budaya masyarakat secara luas. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan pemahaman baru tentang alam semesta yang bisa melandasi perilaku manusia.

Agama, terutama Islam, sebenarnya mempunyai pandangan (konsep) yang sangat jelas tentang konservasi dan penyelamatan lingkungan. Islam merupakan agama yang memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap Tuhan. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan seseorang.

Dalam Islam, memelihara lingkungan sama wajibnya dengan mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Romadhan dan berhaji. Konsep Islam tentang lingkungan ini ternyata sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip etika lingkungan yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip prinsip pengelolaan dan etika lingkungan yang terdapat dalam ajaran Islam ternyata telah banyak pula yang dituangkan dalam beberapa pasal dalam Kesepakatan dan Konvensi dunia yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.

Akan tetapi konsep (ajaran) Islam yang sangat jelas ini tampaknya masih belum banyak dipahami apalagi dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungannya oleh sebagian besar umat Islam yang jumlahnya tak kurang dari sepertiga penduduk dunia. Hal ini ditandai dari kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup nasional maupun global, ternyata sebagian besar terjadi di lingkungan yang mayoritas penduduknya muslim. Atau barangkali dalam hal ini disebabkan oleh terjadinya kesalahan dalam pemahaman ajaran agama, serta cara pendekatan yang dipilih oleh para pemeluk Islam di negara kita khususnya dan juga umat Islam pada umumnya.

Upaya upaya praktis penyelamatan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan sain dan teknologi rupanya tidak cukup untuk mengendalikan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Permasalahan lingkungan ternyata bukan hanya masalah teknis ekologi semata, akan  tetapi juga menyangkut teologi. Permasalahan yang menyangkut lingkungan sangat komplek serta multidimensi. Oleh karena itu nilai nilai agama (ad diin) yang juga bersifat multidimensi bisa digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan.



Sumber: Prof Dr Muhjidin Mawardi/Kepanduan Gpi (Catatan)

Bengkulu hadapi ancaman kerusakan lingkungan


Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Tiga perusahaan di Bengkulu mendapat nilai merah dari Kementerian Lingkungan Hidup berdasarkan pemantauan kinerja pada 2011. "Hasil pemantauan terhadap lima perusahaan memang ada tiga yang mendapat rapor merah dan dua biru," kata Kepala Seksi Pengendalian Pengelolaan Limbah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Zainudin di Bengkulu. 
Tiga perusahaan yang mendapat rapor merah tersebut yaitu PTPN VII Unit Usaha Padang Plawi dan PT Bio Nusantara Teknologi yang bergerak di bidang produksi sawit dan PT Bukit Sunur yang bergerak di bidang pertambangan batu bara. 
Rapor merah, lanjutnya, dengan kata lain kaidah pengelolaan lingkungan terkait limbah dan lain sebagainya belum memenuhi ketentuan. "Ketiga perusahaan berbeda-beda kelemahannya, dan kami sudah memberikan rekomendasi dan teknis perbaikan karena sebagian perusahaan masih minim tenaga teknisnya," kata dia. 
Sedangkan dua perusahaan mendapat rapor biru yakni PT Agri Andalas di Kabupaten Bengkulu Selatan dan PT Agro Muko di Kabupaten Mukomuko, keduanya bergerak di bidang produksi sawit. "Tujuan pemantauan ini adalah meningkatkan peran perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan," katanya. 
Program tersebut juga sekaligus diharapkan menimbulkan efek stimulan dalam pemenuhan regulasi lingkungan dan nilai tambah terhadap pemeliharaan sumber daya alam, konservasi energi dan pemberdayaan masyarakat. 
Ia mengatakan, BLH yang melakukan pengecekan langsung ke lapangan telah memberikan rekomendasi untuk perbaikan pengelolaan lingkungan, mulai dari pengelolaan bahan beracun dan berbahaya, pengurangan emisi, hingga instalasi pengelolaan air limbah. 
"Tahun ini kembali dilakukan terhadap lima perusahaan tersebut, kami harapkan ada perbaikan," kata dia. Sementara itu, Dosen Ilmu Kelautan Program Studi Kelautan Universitas Bengkulu Ari Anggoro menjelaskan limbah pencucian batu bara dari lokasi penggalian yang terbawa ke Sungai Bengkulu hingga muara dan laut akan mengganggu ekosistem perairan setempat. 
"Sisa batu bara bekas pencucian yang menjadi limbah sudah memenuhi Sungai Bengkulu bahkan terbawa hingga ke laut, ini jelas mengganggu ekosistem perairan," kata dia.
Ia mengatakan substrat batu bara yang terbawa hingga ke perairan Bengkulu itu akan menutupi karang sehingga pertumbuhannya terganggu. 
Jika batu bara menutupi terumbu karang maka bukan tidak mungkin karang tersebut akan mati sehingga merusak fungsinya untuk biota laut. Termasuk aktivitas pemuatan batu bara dari kapal tongkang ke kapal besar di sekitar perairan Pulau Tikus menurutnya sangat berbahaya bagi ekosistem pulau tersebut. 
Pendangkalan alur masuk Pelabuhan Pulau Baai diprediksi juga akibat proses pemuatan batu bara dilakukan di sekitar perairan Pulau Tikus. 
"Tumpahan batu bara dari proses pemuatan sudah memenuhi perairan sekitar Pulau Tikus, karena kami sudah melakukan penyelaman ke dasarnya, ini sangat berbahaya untuk pertumbuhan terumbu karang," katanya. 
Ia mengatakan, persoalan limbah batu bara tersebut harus dituntaskan di tingkat hulu, yakni proses penggalian yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah. Pemerintah, kata dia, seharusnya memperketat proses pengelolaan limbah bekas pencucian sehingga Sungai Bengkulu dan perairan tidak menjadi korban. 
Sebelumnya, para nelayan di Kelurahan Malabero, Kota Bengkulu juga mengeluhkan pendapatan yang berkurang akibat limbah batu bara mencemari Sungai Bengkulu hingga laut menghabiskan populasi ikan di sungai tersebut. 
"Limbah batu bara yang menggenangi sungai sudah berlangsung cukup lama, namun tidak ada perhatian serius dari pemerintah daerah khususnya mengatasi pencemaran tersebut," kata seorang nelayan Malabero Refi. 
Kondisi tersebut membuat sebagian nelayan sudah beralih profesi mengumpul limbah batu bara yang dapat dijual seharga Rp12 ribu hingga Rp15 ribu per karung. 
Saat ini setiap nelayan menebar jala di perairan tersebut, bukan mendapat ikan dan udang lagi tapi batu bara karena tumpukannya di atas pasir pantai setempat sudah cukup tinggi. 
Kerusakan lingkungan dengan maraknya membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit turut serta meningkatkan perubahan suhu termasuk di Bengkulu. Kepala Pusat Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Edvin Aldrian menilai, pemanasan global yang terjadi saat ini antara lain dipicu makin luasnya tanaman kelapa sawit berbagai daerah di tanah air. 
Berdasarkan penelitian para ahli, lanjut dia, tanaman kelapa sawit sangat rakus akan air, sehingga semakin memicu terjadinya degradasi lahan. 
Ia menjelaskan, dampak kerakusan tanaman kelapa sawit itu selain memicu pemanasan global, juga berpengaruh terhadap kesuburan lingkungan, dengan demikian minyak sawit (CPO) dari Indonesia terancam tidak diterima pengusaha Amerika Serikat karena tidak memenuhi standar emisi yang ditetapkan yakni maksimal 17 persen. 
Dampak perubahan iklim secara global itu, yakni menimbulkan salju abadi di dunia diperkirakan hanya sampai pada satu generasi lagi dan selanjutnya akan menghilang.
"Tiga salju abadi di dunia yakni di Kenya, Papua dan Peru diperkirakan hanya akan ada sampai satu generasi lagi karena salju-salju tersebut mulai meleleh akibat terjadinya perubahan iklim," katanya. 
Menurunnya jumlah salju tersebut telah dapat dilihat sejak 1938 hingga 2000. Pada 2010, ekspedisi BMKG menemukan jumlah salju di Papua telah cukup banyak mengalami penurunan.
Pelelehan salju-salju abadi di bumi merupakan salah satu bukti dari pemanasan global. Bukti lainnya yakni terjadinya peningkatan suhu bumi, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan muka air laut. 
"Pemanasan suhu bumi tersebut tidak terlepas dari peran manusia yakni adanya peningkatan populasi yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta pada 2010 dan pemanfaatan energi, sedangkan hubungan peradaban manusia dan pemanasan global ini berbanding lurus. 
Adapun perubahan iklim tersebut juga sangat berdampak di Indonesia seperti terjadinya peningkatan suhu, pergeseran awal musim dan perubahan peluang hujan ekstrem.
Untuk Bengkulu, perubahan ekstrem tersebut mengakibatkan penurunan drastis jumlah hujan tahunan.
"Yang ditakutkan dalam pemanasan global ini bukan kerusakan bumi tetapi komponen-komponen faktor pendukung daya hidup manusia yang salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya serangan tomcat pada manusia akibat kerusakan habitatnya," kata dia. 
Larangan dan Upaya Penanggulangan 
Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah kembali menerbitkan surat imbauan tentang larangan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi perkebunan, pertambangan dan permukiman di 10 wilayah kabupaten serta kota. 
"Kembali saya ingatkan kepada bupati dan wali kota agar menghentikan alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lain," kata dia. Ia mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Pada pasal 44 menjelaskan, lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. 
"Peraturan Gubernur tentang larangan alih fungsi sudah diterbitkan pada 2010 tapi belum ditindaklanjuti dengan peraturan bupati," katanya. 
Sedangkan Peraturan Wali Kota (Perwal) tentang larangan alih fungsi tersebut sudah diterbitkan, hanya saja di lapangan belum optimal pengawasannya sehingga masyarakat Lembak di sekitar Danau Dendam Tak Sudah mengeluhkan alih fungsi areal persawahan menjadi permukiman. 
Menurutnya, jika perlindungan terhadap lahan pangan tidak dilakukan pemerintah kota, maka program ketahanan pangan akan sulit tercapai. Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu Muslih mengatakan lahan pangan di beberapa kabupaten telah beralih menjadi pertambangan dan perkebunan. 
"Ada beberapa kabupaten yang tidak taat kesepakatan dewan ketahanan pangan dengan mengalihkan ladang pangan menjadi pertambangan dan perkebunan," katanya. 
Padahal menurut dia para bupati dan wali kota yang sekaligus ketua dewan ketahanan pangan di wilayah masing-masing telah menandatangani komitmen ketahanan pangan berisikan sembilan poin termasuk mempertahankan lahan pangan. 
Ia mengatakan tidak memiliki data terbaru mengenai kawasan lahan pangan yang dialihfungsikan untuk keperluan lain. Namun, dipastikan luas areal persawahan mengalami penyusutan sebesar 20 persen setiap tahun yang terjadi sejak enam tahun lalu. 
"Pada 2011 sawah tinggal 106 ribu hektare dibanding 2010 seluas 115 ribu hektare. Artinya, ada penyusutan seluas 9.000 hektare, kurang lebih menyusut 20 persen," katanya. 
Ia mengatakan, angka 20 persen penyusutan luas sawah di Bengkulu sama dengan penyusutan sawah secara nasional. Program intensifikasi lahan pertanian, khususnya sawah, harus segera ditingkatkan dengan pemberian bibit, dan pupuk secara gratis untuk menghindari alih fungsi lahan sawah sebagai basis ketahanan pangan daerah. 
Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 akan menilai kinerja pengelolaan lingkungan lima perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di hulu Sungai Bengkulu.
"Penilaian tersebut melalui kegiatan penilaian pengelolaan lingkungan hidup atau Proper 2012 ada lima perusahaan tambang di hulu sungai," kata Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Zainudin. 
Lima perusahaan tambang batu bara yang dinilai pengelolaan lingkungannya tersebut yakni PT Danau Mas Hitam, PT Bukit Sunur, PT Inti Bara Perdana, PT Kusuma Raya Utama dan PT Ratu Samban Mining. 
Ia mengatakan program penilaian peringkat kinerja perusahaan (Proper) terhadap lima perusahaan tambang batu bara tersebut untuk mengetahui penyebab utama pencemaran Sungai Bengkulu, yang salah satunya diakibatkan limbah batu bara. 
"Hasil dari proper terhadap lima perusahaan ini akan menunjukkan perusahaan mana yang berkontribusi atas pencemaran Sungai Bengkulu," katanya. Selama ini, kata dia, sejumlah pihak saling menuding dan lepas tangan terhadap kondisi Sungai Bengkulu yang sudah tercemar.
Limbah batu bara yakni bekas pencucian dari lokasi penggalian di hulu sungai diyakini menjadi salah satu penyebab pencemaran sungai itu. 
"Itu bisa dibuktikan dengan keberadaan ratusan warga yang mengumpulkan limbah batu bara di sepanjang aliran sungai karena limbah pun bisa dijual Rp12 ribu per karung," katanya.
Ia menambahkan, pada 2011 satu dari lima perusahaan tambang batu bara tersebut yakni PT Bukit Sunur mendapat nilai merah dari KLH. 
Pemberian rapor merah tersebut kata dia berarti pengelolaan lingkungan, termasuk limbah dan lain sebagainya, tidak sesuai ketentuan. 
Direktur Yayasan Ulayat Oka Adriansyah sebelumnya mengatakan aktivitas pengelolaan limbah yang buruk dari perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di hulu Sungai Bengkulu menjadi penyebab utama pencemaran sungai itu. 
"Sejumlah perusahaan tambang batu bara berkontribusi nyata terhadap pencemaran Sungai Bengkulu dan kami berharap hasil Proper dari KLH ini akan mempertegas itu," katanya.
Sementara itu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Bengkulu pada 2012 memprogramkan akan menghijaukan lahan kritis seluas 5.000 hektare, terutama kawasan hutan taman nasional di daerah tersebut. 
"Rehabilitasi kawasan hutan taman nasional seluas itu tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lebong, Seluma dan Rejang Lebong," kata Kepala BPDAS Bengkulu, Sumarsono, di Bengkulu. 
Ia mengatakan, untuk melaksanakan program rehabilitasi lahan kritis seluas 5.000 hektare itu, BPDAS Bengkulu akan melakukan kerja sama dengan pihak TNI di jajaran Korem 041 Garuda Mas (Gamas). 
"Kami akan menjalin kerja sama dengan TNI untuk melakukan penanam bibit kayu pada lahan kritis dalam kawasan hutan taman nasional yang ada di beberapa kabupaten di Bengkulu," ujarnya. 
Sumarsono mengatakan, jenis bibit kayu yang akan ditanam pada lahan kritis tersebut, antara lain kayu meranti, tenam dan jenis kayu kualitas ekspor lainnya. 
Bibit kayu itu ditanam karena dapat menahan erosi pada saat hujan, sehingga dapat mencegah terjadi banjir dan untuk merealisasikan rehabilitasi lahan kritis seluas itu membutuhkan bibit kayu sekitar 2 juta batang. "Bibit kayu yang kita butuhkan ini segera dipersiapkan, sehingga pelaksanaanya di lapangan dapat berjalan lancar," kata dia. 
Selain melakukan rehabilitasi lahan kritis di Bengkulu pihaknya juga pada 2012 menyiapkan sebanyak 500.000 bibit buah-buahan dan kayu penghijauan untuk pelaksanaan kegiatan penghijauan.
Kebijakan tersebut dilakukan untuk mendorong masyarakat Bengkulu agar terbiasa menanam kayu penghijauan dan buah-buah di lahan kosong yang ada di sekitar rumah atau ditempat lain.
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menggadeng laboratorium Sucofindo untuk melakukan pengujian kualitas udara sekitar pabrik kelapa sawit di daerah itu. 
"Selain itu, pengujian terhadap kebisingan mesin semua pabrik kelapa sawit terhadap lingkungan sekitar," kata Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Mukomuko Risber.
Guna melakukan pengujian itu, pihaknya melibatkan semua perusahaan di daerah yang berjarak 270 kilometer sebelah utara Provinsi Bengkulu yang memiliki pabrik kelapa sawit sebagai konsumen yang membiayai pengujian yang dilakukan oleh pihak laboratorium tersebut.
"Mereka yang akan membiayai pengujian itu, sedangkan kami yang memberikan ide kepada perusahaan dengan tujuan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan di daerah ini," kata dia.
Ia menambahkan, hasil pengujian itu akan menjadi masukan untuk instansi tersebut dan semua perusahaan agar bisa melengkapi kekurangan jika kondisi udara sekitar pabrik tercemar.
Sejumlah perusahaan seperti PT Daria Darma Pratama dan PT Karya Sawitindo Mas menyatakan setuju kegiatan pengujian tersebut, tinggal menunggu tanggap dari perusahaan lain.
"Kegiatan pengujian kualitas udara dan kebisingan ini dilakukan terhadap semua perusahaan dan hasil yang diperoleh bisa menjadi masukan bagi semuanya," kata dia. 
Upaya pelestarian lingkungan pun dilakukan oleh Ruang Belajar Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu dengan melibatkan para siswa SMA di daerah itu. 
Ketua Ruang Belajar Masyarakat (RBM) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Kabupaten Mukomuko Erimas Juliardi mengatakan, salah satu perwujudan dari kegiatan kampanye hijau yang digelar dengan dipadukan kemah bakti sosial. 
Para siswa dari berbagai sekolah tingkat SMA yang dilibatkan dari kegiatan mengikuti serangkaian acara yang telah disusun oleh panitia pelaksana sebelumnya berkaitan dengan kampanye pelestarian lingkungan. 
Kegiatan kampanye hijau tersebut, menurut dia, meliputi sarasehan pelestarian lingkungan, lomba poster lingkungan serta melakukan penanaman tanaman kehutanan dan buah-buahan.
Sumber: http://www.antarabengkulu.com/berita/2556/bengkulu-hadapi-ancaman-kerusakan-lingkungan

Kerusakan Lingkungan Kian Parah


Berbicara mengenai Lingkungan, terfikirkan dibenak kita akan kondisi dimana lingkungan kita hidup. Banyak orang yang sangat peduli terhadap lingkungan disekitarnya juga tidak sedikit banyak orang yang menganggap lingkungan sebagai virus yang memfasilitasi akan berbagai virus penyakit yang dapat dialami oleh manusia. Seharusnya manusia sadar bahwa kondisi lingkungan disekitar kita sangat penting akan kelangsungan hidup manusia. Mereka seharusnya menjaga, memelihara lingkungan dengan baik demi tecapainya suatu kondisi lingkungan yang nyaman, sehat serta bermanfaat sendiri bagi banyak manusia dan makhluk hidup.
Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB. The World Resources Institute (WRI), UNEP (United Nations Environment Programme), UNDP (United Nations Development Programme), dan Bank Dunia telah melaporkan tentang pentingnya lingkungan dan kaitannya dengan kesehatan manusia.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor baik fator alami ataupun karena tangan-tangan jahil manusia.
Berikut beberapa faktor secara mendalam yang menjadikan kerusakan lingkungan hidup :
Faktor alami
Banyaknya bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Bencana alam tersebut bisa berupa banjir, tanah longsor, tsunami, angin puting beliung, angin topan, gunung meletus, ataupun gempa bumi. Selain berbahaya bagi keselamatan manusia maupun mahkluk lainnya, bencana ini akan membuat rusaknya lingkungan.
Letusan gunugn berapi tentu menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan seperti berikut :
Abu bulkanik dan awan panas yang mengancam keselamatan jiwa makhluk hidup.  Aliran lahar atau lava panas dapat menghanguskan apapun yang dilalulinya serta mendangkalkan sunga. Apabila disertai hujan, kemungkinan banjir pun tidak dapat dihindari. Setelah dingin, bekas aliran lava ini akan membeku dan membatu, diaman tentu tidak dapat kembali diolah menjadi lahan pertanian yang maksimal. Roboh atau musnahnya bangunan , jalan, jembatan dan sebagainya, akibat aliran lava panas dan atau akibat gempa vulkanik yang menyertainya.
Akibat gempa bumi dan atau tsunami
Gempa bumi merupakan peristiwa bergesernya lempengan bumi d daratan maupun dasar laut yang merambat ek permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh aktifitas gunung merapi atau vulkanik maupun aktifitas tektonik sepanjang jalur-jalur rawan bencana. Gempa bumi yang berpusat di dasar laut dapat menyebabkan tsunami atau disebut gelombang pasang besar dan mampu menghancurkan wilayah pesisir.
Gempa bumi yang berpusat tidak jauh dari kota atau pusat permukiman penduduk akan mengakibatkan kerusakan besar seperti berikut :
Hentakan gempa yang besar dapat emngakibatkan tanah longsor, bangunan roboh atau retak
Merusak bangugnan waduk atau tanggul sehingga air meluap dan bajir besar
Menyebabkan kebakaran karena rusaknya installasi bangunan
Tanah, jalan raya atau jembatan merekah atau ambruk
Memakan korban jiwa makhluk hidup karena tertimpa reruntuhan atau tersapu oelh gelombang  tsunami.
Akibat Badai Silikon
Bada silikon atau disebut juga angin topan yan gterjadi dapat menghancurkan segala objek yang dilaluinya. Badai silicon yang berkekuatan besar mampu melewati daerah secara lebih luas. Apabila melewati daratan dan teruitama perukiman penduduk mengakibatkan kerusakan besar.
Faktor buatan (tangan jahil manusia)
Manusia sebagai makhluk berakal dan memiliki kemampuan tinggi dibandingkan dengan makhluk lain akan terus berkembang dari pola hidup sederhana menuju ke kehidupan yang modern. Dengan adanya perkembangan kehidupan, tentunya kebutuhannya juga akan sangat berkembang termasuk kebutuhan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
Kerusakan lingkungan karena faktor manusia bisa berupa adanya penenbangan secara liar yang menyebabkan banjir ataupun tanah longsor, dan pembuangan sampah di sembarang tempat terlebih aliran sungai dan laut akan membuat pencemaran.
Manusia seharusnya sadar dan tidak mementingan dirinya sendiri, manusia seharusnya melakukan upaya-upaya pelestarian terhadap lingkungan yang sudah mereka rusak.
Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup contohnya seperti berikut :
Penanaman kembali hutan yang gundul
Pencegahan terhadap buang sampah dan limbah di sembarang tempat
Pemberian sanksi ketat terhadap pelaku pencemar lingkungan
Menghentikan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan
Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian tanah, air, udara dan                    lingkungan.
Pengelolaan sumber daya alam mencakup beberapa upaya yang dilakukan secara terpadu dan bertahap. Upaya ini disebut sebagai upaya terpadu karena dalam pengelolaan terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan bersama-sama yaiut:
Kegiatan pemanfaatan;
Kegiatan pengendalian;
Kgiatan pengawasan; 
Kegiatan pemulihan;
Kegiatan pengembangan lingkungan. 
Kita sebagai manusia di bumi, harus bisa sadar akan pentingnya menjaga, memelihara lingkungan disekitar kita. Manusia banyak bergantung kepada alam, kita manusia yang memanfaatkan alam harus ada timbal balik terhadap apa yang kita manfaatkan dari alam. Alam untuk kita, kita untuk alam. (Tris Harsono)


Sumber :
http://pitikkedu.blogspot.com/2012/11/pengertian-lingkungan-hidup.html
http://www.artikellingkunganhidup.com/kesadaran-lingkungan.html
http://www.artikellingkunganhidup.com/pengelolaan-lingkungan-hidup-itu-wajib.html
http://www.artikellingkunganhidup.com/kerusakan-lingkungan-karena-peristiwa-bencana-alam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan
Sumber Gambar:
http://www.exploringnature.org/db/subcat_detail_index.php?dbID=45&dbType=act&subcatID=122


DAMPAK NEGATIF KEGIATAN PERTAMBANGAN



Pertambangan adalah suatu kegiatan mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan dan menjual hasil dari bahan galian berupa mineral, batu bara, panas bumi dan minyak dan gas.

Seharusnya kegiatan pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam dengan berwawasan lingkungan, agar kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.

Dampak Negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan adalah masalah lingkungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Pertama, usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya;
  • Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan antara lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga berupa suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya;
  • Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang, keruntuhan tambang dan gempa.




Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com

KERUSAKAN LINGKUNGAN : Karena Kemiskinan Masyarakat :



Pembangunan membawa dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat tetapi dibalik semua itu ada sejumlah masalah berkaitan dengan lingkungan. Jika pembangunan dilakukan hanya memperhatikan faktor ekonomi saja maka faktor lingkungan akan dilupakan. Padahal masalah lingkungan bukan berpengaruh pada saat ini saja tetapi dampaknya sampai ke anak cucu.

Negara-negara dunia ketiga dan berkembang selalu memacu pertumbuhan ekonomi agar kesejahteraan rakyatnya cepat tercapai. Mereka masih memperhatikan bagaimana cara menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyatnya, seperti pangan dan sebagainya. Namun negara-negara maju telah berpikir jauh ke depan tidak lagi dipusingkan dengan masalah-masalah tersebut, karena perekonomiannya sudah lebih baik. Mereka memikirkan agar masa depan lebih baik dengan lingkungan yang sehat dan mewariskannya kepada anak cucu.

Banyak kerusakan lingkungan akibat ulah manusia yang terjadi karena tuntutan hidup dan rendahnya pengetahuan tentang lingkungan hidup itu sendiri. Negara terbelakang dan berkembang mempunyai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Dengan pendidikan yang terbatas dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang mendesak membuat masyarakat miskin berusaha untuk mempertahankan hidupnya tanpa ada terlintas dalam pikirannya tentang kelestarian lingkungan. Apalagi jika masyarakat miskin itu tinggal di sekitar hutan, maka hutan akan menjadi sasaran eksploitasi yang menyebabkan kerusakan hutan. Kemiskinan masyarakat merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan tetapi masih banyak lagi faktor-faktor yang lain.

Faktor perbedaan pandangan dan pemenuhan kebutuhan inilah yang membuat kerusakan lingkungan lebih banyak terjadi pada negara-negara berkembang. Bahkan negara-negara berkembang dan terbelakang menjadi sasaran pembuangan limbah-limbah industri dari negara-negara maju. Contoh kerusakan lingkungan seperti pencemaran lingkungan yang terjadi dengan intensitas yang berbeda-beda, baik dari pembuangan limbah yang tidak beracun sampai kepada limbah beracun yang sangat berbahaya.

Pengertian dari Kerusakan lingkungan adalah dampak dari tindakan manusia yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku mutu lingkungan.

Macam-macam kerusakan lingkungan dapat terjadi pada lingkungan sekitar kita. Hal ini ditunjukan dengan menurunnya kualitas lingkungan akibat pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran air. Selain itu kerusakan lingkungan termasuk di dalamnya kerusakan ekosistem darat maupun laut yang memberikan dampak terhadap kesehatan lingkungan.

Sedangkan Pengertian dan Definisi dari Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Agar kerusakan lingkungan tidak terjadi semakin parah maka perlu dibuat pengendalian kerusakan atau pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Usaha ini adalah upaya pencegahan dan penanggulangan serta pemulihan kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah.

Pencegahan kerusakan lingkungan hidup adalah upaya untuk mempertahankan lingkungan yang sehat melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah termasuk di dalamnya kebakaran hutan dan lahan. Penanggulangan kerusakan lingkungan hidup adalah upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya kerusakan lingkungan hidup serta dampaknya yang berkaitan dengan pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah.
Bila kita melihat suatu dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan suatu perusahaan atau badan usaha maka kita berhak membuat pengaduan kepada pihak yang berwajib berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

Untuk menentukan apakah lingkungan hidup itu rusak atau tidak, maka ditetapkan suatu standart sebagai pedoman yaitu kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
  1. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
  2. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
  3. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
  4. kriteria baku kerusakan mangrove;
  5. kriteria baku kerusakan padang lamun;
  6. kriteria baku kerusakan gambut;
  7. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
  8. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramater antara lain:
  1. kenaikan temperatur;
  2. kenaikan muka air laut;
  3. badai; dan/atau
  4. kekeringan. 
Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN PADA PEMBUKAAN LAHAN DENGAN CARA MEMBAKAR



Selama ini kegiatan pembukaan lahan biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan cara mekanis dan cara membakar sisa-sisa tebangan. Pembakaran lahan yang disengaja untuk pembukaan areal hutan bila tidak terkendali akan menimbulkan kebakaran hutan yang luas. Pembukaan lahan dengan cara membakar merupakan salah satu penyebab kebakaran hutan di Indonesia. Untuk menghemat biaya, ada perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembukaan areal dengan cara membakar. Dampak dari kegiatan ini menghasilkan asap tebal dan api yang berujung pada terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera.

Cara pembukaan lahan hutan dengan membakar yaitu setelah pohon ditebang sisa-sisa tebangan akan dibakar. Secara ekonomis kegiatan ini memberikan keuntungan karena waktu pelaksanaannya relatif cepat dan biayanya relatif murah, akan tetapi ditinjau dari aspek lingkungan sangat merugikan. Pembukaan lahan dengan cara membakar menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
  • Gangguan asap, yang merugikan kesehatan dan kegiatan penebangan.
  • Tanah menjadi kering dan unsur-unsur mikro organisme didalam tanah mati
  • Pemborosan sumberdaya alam, yang dalam hal ini adalah kayu
  • Untuk kondisi tertentu apabila tidak dilakukan dengan hati-hati dapat menyebabkan kebakaran yang tak terkendali dan meluas.

Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com

AKIBAT KEBAKARAN HUTAN




Kebakaran merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem darat, walaupun hanya terjadi pada frekwensi yang kecil. Pengaruh api terhadap ekosistem ditentukan oleh frekwensi, intensitas dan tipe kebakaran yang terjadi serta kondisi lingkungan. Api yang terjadi di dalam hutan dapat menimbulkan kerusakan yang besar, tetapi dalam kondisi tertentu pembakaran dapat memberikan manfaat dalam pengelolaan hutan.

Kebakaran hutan merusak hampir seluruh komponen hutan, sehingga tujuan pengelolaan dan fungsi hutan tidak tercapai. Asap tebal yang terjadi akibat kebakaran hutan juga menimbulkan gangguan terhadap kehidupan yang lebih luas. Luka-luka pada pohon dan pohon-pohon yang lemah akibat kebakaran memberikan peluang lebih tinggi kepada penyebab kerusakan lain terutama hama dan penyakit.

Secara tradisional, pembakaran hutan telah lama dimanfaatkan yaitu pada praktek ladang berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat dalam hutan. Dalam dasawarsa terakhir ini pembakaran hutan mulai banyak dimasukkan sebagai salah satu pilihan dalam tindakan silvikultur di beberapa negeri, walaupun masih banyak dampak negatif akibat pembakaran yang belum dapat diatasi terutama pada kualitas lingkungan hidup (Sumardi dan Widyantuti, 2004).





Sumber: http://pengertian-definisi.blogspot.com